Selasa, 03 November 2020 06:00 UTC
Pjs Bupati Mojokerto Himawan Estu Bagijo
JATIMNET.COM, Mojokerto - Sepuluh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Mojokerto bisa dikatakan lelet soal anggaran. Pasalnya, jelang tutup buku anggaran yang terserap masih rendah, di bawah 50 persen.
Dari sepuluh OPD tersebut diantaranya yang paling rendah adalah RSUD RA Basoeni Gedeg, RSUD Soekandar Mojosari, Bagian Perekonomian dan Sumberdaya Alam, Disperindag, Disperta, Dinas PUPR, DLH, Kecamatan Mojosari, Disnaker, dan BPBD.
Pjs Bupati Mojokerto Himawan Estu Bagijo menjelaskan, hingga triwulan semester terakhir ini penyerapan anggaran yang dilakukan sejumlah OPD sangat rendah, tidak sesuai dengan dari pagu yang ada.
Seperti RSUD RA Basoeni Gedeg ini serapan anggarannya hanya Rp 2,62 miliar, padahal pagu-nya Rp 18,546 miliar. Kemudian RSUD Soekandar Mojosari, dari pagu Rp 56,017 miliar, penyerapan hanya Rp 10,199 miliar. Selanjutnya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dari Pagu Rp 139,921 miliar, hingga kini baru terserap Rp 41,393 miliar.
BACA JUGA: Masuk Daftar Teguran Terkait Pilkada, Pemkab Mojokerto Belum Terima Surat Kemendagri
Melihat kondisi penyerapan anggaran yang cukup rendah hingga triwulan terakhi ini, pemerintah harus bekerja lebih ekstra. Sebab, penyerapan tersebut sudah dikejar deadline. "Memang itu berat. Apalagi last minute," katanya.
Sampai saat ini, penyerapan anggaran masih di angka 51,46 persen atau Rp 1,3 triliun dari kekuatan APBD 2020 sebesar Rp 2.690.292.684.955. Meski begitu, Himawan menyebut, masih optimistis pada dua bulan jelang tutup buku ini penyerapan bisa melesat jauh dari sebelumnya. "Paling tidak Desember 85 persen itu sudah sangat bagus. Itu pun dengan ekstra kerja keras lho," bebernya.
Ia memastikan, rendahnya penyerapan anggaran ini disebabkan beberapa faktor. Diantaranya, status pemimpin di Kabupaten Mojokerto sejak beberapa tahun terakhir. Mulai dari status wakil bupati yang akhirnya menjadi Plt Bupati dan menjadi definitif.
"Begitu beliau jadi bupati definitif, sudah sibuk dengan pencalonan. Bahkan sekarang harus cuti. Tentu pergantian itu sangat berpengaruh pada keberanian eksekusi anggarankan," imbuhnya.
BACA JUGA: Audiensi BAMAG dan GP Ansor Bahas Hibah, Pjs Bupati Mojokerto Imbau Patuh Prosedur
Faktor lainnya karena banyak pejabat teknis yang berstatus pelaksana tugas (plt). "Hingga kini ada 164 jabatan yang masih di plt kan. Sehingga ada keterbatasan wewenang dalam mengambil keputusan. Jadi jelas berpengaruh pada kinerja," ujarnya.
Belum lagi pandemi Covid-19, lanjutnya, juga menjadi ganjalan cukup besar dalam penyerapan anggaran. Terbukti, dari sejumlah OPD yang serahusnya sudah melakukan
penyerapan cukup tinggi, tak bisa terlaksana dengan baik.
Salah satu contoh yang sangat terdampak adalah Dinas PUPR dengan anggaran paling besar. Terlebih Kantor yang terletak di Jalan Raden Wijaya Kota Mojokerto itu sebelumnya harus di lockdown akibat sejumlah pegawai terpapar Covid-19.
"Sudah kena Covid-19, kantornya lockdown, sekarang pegawainya WFH (work from home) separo-separo. Dinkes juga begitu, WFH separo-separo. Ini problemnya disitu memang," urainya.