Logo

Sensasi Kenikmatan Kopi Ponorogo di Tengah Sawah Dibayar Gabah

Reporter:,Editor:

Rabu, 17 March 2021 03:40 UTC

Sensasi Kenikmatan Kopi Ponorogo di Tengah Sawah Dibayar Gabah

KOPI GABAH: Suraji seorang pedagang kopi keliling dari satu sawah ke sawah lainnya yang dibayar dengan gabah, Rabu 17 Maret 2021. Foto: Gayuh

JATIMNET.COM, Ponorogo – Pada umumnya alat transaksi saat ini menggunakan uang. Namun berbeda dengan para penjual kopi keliling atau lebih dikenal kopi ethek yang ada di Desa Pijeran, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo.

Pedagang kopi dengan memikul barang dagangannya dan dijual keliling dari sawah satu ke sawah lainnya tersebut hanya mau dibayar menggunakan gabah. Hal ini karena penjual kopi ethek hanya ada saat panen padi berlangsung di desa tersebut.

Salah satu penjual kopi ethek, Suraji mengaku dirinya jual kopi ethek sudah dilakoninya lebih dari 10 tahun. Selama itu pula ia selalu bertransaksi secara barter dengan hasil panen padi, yakni berupa gabah. Besaran gabah yang diberikan pun terserah pemilik lahan.

“Saya tidak mematok harus berapa kilo, semua tergantung pemilik lahan dan orang yang ada di sawah mau memberikan gabah seberapa,” kata Suraji, Rabu 17 Maret 2021.

Baca Juga: Atasi Risiko Gagal Panen, Petani Perlu Asuransi Pertanian

Selain menjajakan kopi, Suraji juga menawarkan minuman lain seperti teh dan susu panas. Jajanan berupa gorengan seperti pisang goreng, gandos, ketela goreng selalu ia bawa karena memang menjadi favorit para pemanen padi. Sedangkan air panas sendiri sudah ia masukkan ke dalam kotak besi yang selalu dipanasi menggunakan kayu bakar.

Kakek tiga cucu ini menuturkan jika sekali jalan ia mampu menjual 50 gelas minuman dan puluhan gorengan selalu habis saat ia pulang kerumah.

Sedangkan hasil barter gabah yang ia dapatkan tidak menentu, namun rata-rata dalam sehari ia mampu mendapatkan 40 sampai 60 kilo gabah dari hasil ia berkeliling.

Baca Juga: Kisah Eli, Anak Petani Penerima Bidikmisi Lulusan Kedokteran Unej

“Saya berangkat pukul enam pagi sampai habis, kadang kalau ramai jam sembilan sudah habis, kalau sepi ya sampai setengah hari,” ungkap pria paru baya berusia 65 tahun tersebut.

Suraji nenuturkan jika diusia senjanya ia bersyukur masih diberi kesehatan untuk bisa memikul ethek yang beratnya mencapai 80an kilo saat awal berangkat. Bahkan jika kondisi usai hujan jalan untuk menuju sawah satu ke sawah lainnya tak jarang sangat licin dan becek.

“Kalau terpelset sudah tidak terhitung, tapi alhamdulillah tidak sampai dagangan tumpah,” pungkas Suraji.