Minggu, 23 June 2019 00:30 UTC
infografis oleh Gilas Audi.
JATIMNET.COM, Tulungagung – Sejumlah SMPN di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, gagal memenuhi pagu karena kurang diminati calon peserta didik. Mayoritas siswa memilih sekolah unggulan atau swasta, sehingga jumlah murid baru di beberapa SMPN untuk tahun ajaran 2019/2020 sangat sedikit.
Setidaknya ada belasan SMPN pinggiran yang kekurangan calon peserta didik baru meski jadwal PPDB daring secara resmi telah berakhir pada Jumat 21 Juni 2019.
Tiga sekolah yang paling sedikit dalam hal penjaringan peserta didik baru terpantau di SMPN 2 Kalidawir, SMPN 2 Karangrejo dan SMPN 2 Rejotangan.
BACA JUGA: PPDB Zonasi Picu Sekolah Tingkatkan Kualitas
Di SMPN 2 Kalidawir sempat nihil pendaftar, namun kemudian mendapat limpahan belasan pendaftar dari SMPN 1 Kalidawir yang tidak lolos zonasi.
Demikian juga dengan di SMPN 6 Karangrejo. Namun kondisi paling parah saat ini dialami SMPN 2 Rejotangan karena hanya menerima lima calon peserta didik baru yang mendaftar.
"Kami sudah koordinasikan dan mendapat kelonggaran dari Dinas (Pendidikan) untuk memperpanjang masa pendaftaran sampai penutupan jadwal pengisian dapodik (data pokok pendidikan), September mendatang," kata Kepala SMPN 2 Rejotangan Sri Wahyuni.
BACA JUGA: Haruskah Kemendikbud Belajar ke Indomaret-Alfamart untuk Mempersiapkan PPDB 2020?
Namun Sri Wahyuni yang akrab dipanggil Bu Corrie ini mengaku pesimistis perpanjangan masa pendaftaran berdampak positif terhadap penambahan calon peserta didik baru.
Pasalnya, Corrie dan sejumlah guru sekolah setempat sebelumnya telah "gerilya" ke SD-SD dan MI demi mendapat minat calon peserta didik baru sebelum lulusan.
Namun segala upaya itu tak banyak membuahkan hasil. Apalagi setelah sistem zonasi diberlakukan. Buktinya, tutur Corrie, selama dua tahun terakhir jumlah peserta didik di sekolahnya terus menurun.
BACA JUGA: Komisi X Kritisi Revisi Permendikbud yang Dilakukan Secara Parsial
Tahun lalu jumlah peserta didik di SMPN 2 Rejotangan ada 39 siswa yang digabung dalam satu rombongan belajar (rombel). Namun tahun ini kondisinya lebih parah karena hanya lima calon siswa yang mendaftar.
"Mau bagaimana lagi, berapapun jumlah siswa yang kami terima tetap akan kami ajar. Sudah menjadi komitmen seluruh guru di sini, bahkan jika nanti murid yang mendaftar atau tersisa hanya satu anak," ujarnya.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan sekolah mereka sulit mendapat murid baru. Pertama faktor sosiologi. Lingkungan di Kecamatan Rejotangan menurut penjelasan Corrie didominasi oleh masyarakat agamis sehingga pilihan sekolah untuk anak mayoritas diorientasikan ke sekolah Islam, baik di MTS Negeri maupun swasta.
BACA JUGA: PPDB Zonasi, Lima SMA di Madiun Terima Kuota Tambahan
Kedua, adalah dampak kebijakan sistem zonasi. Anak yang pintar dan mampu, kata Corrie, lebih memilih sekolah unggulan. Kemudian mereka yang dari kalangan keluarga tidak terlalu agamis dan juga tidak pintar melimpahnya ke sekolah kami (SMPN 2 Rejotangan).
“Namun sekarang dengan sistem zonasi hal itu tidak berlaku lagi karena anak yang tidak pintar pun banyak yang ditampung di sekolah unggulan karena masuk range zonasinya," tutur Corrie.(ant)