Senin, 06 April 2020 23:00 UTC
Ilustrasi Penanganan pasien Covid-19. Ilustrator: Gilas Audi
JATIMNET.COM, Surabaya - Penanganan pademi Covid-19 yang dilakukan Pemkot Surabaya menuai kontroversi. DPRD menyoroti upaya pemkot menangani Covid-19 tidak didasarkan pada roadmap yang jelas dan terukur.
Hal tersebut disampaikan unsur pimpinan DPRD maupun para perwakilan fraksi. Misalnya Wakil Ketua DPRD Surabaya Laila Mufida. Politisi asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu melihat Pemkot Surabaya tidak punya konsep penanganan Covid-19 yang terukur dan teruji.
Kebijakan Pemkot Surabaya sejauh ini hanya terkesan pencitraan. Mufida melihat ketika mendengarkan langsung keluhan dari masyarakat terkait sejumlah kebijakan pemkot yang ternyata tak sejalan dengan praktiknya di lapangan.
“Seperti misalnya soal tes coronavirus (Covid-19) Saat konferensi pers bilang gratis, ternyata ada syarat dan ketentuan berlaku yang sengaja disembunyikan. Akhirnya banyak masyarakat kecewa karena harus bayar,” ujar Mufidah, Senin 6 April 2020, eseperti keterangan pers diterima jatimnet.com, Selasa 7 April 2020.
BACA JUGA: Gelar Rapat Teleconference, Risma Paparkan Kegiatan Covid-19 ke DPRD Surabaya
Belum lagi soal pengadaan peralatan pencegahan yang pada praktiknya di lapangan tak sesuai harapan. “Soal bilik disinfeksi misalnya atau soal penyemprotan cairan dengan drone, tidak jelas parameternya apa, dan pada praktiknya kan juga banyak menulai kritikan,” ungkapnya.
Ia sebenarnya ingin menanyakan langsung hal ini ke Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat menggelar pertemuan virtual dengan anggota DPRD, namun ternyata sifatnya hanya seremonial saja. “Ternyata pertemuan itu hanya mendengarkan informasi dari wali kota. Bukan forum untuk pengambilan keputusan berdasarkan pembahasan bersama,” kata Mufidah.
Dalam pertemuan itu bahkan Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwiyono yang juga satu partai dengan Wali Kota Tri Rismaharin juga membatasi sesi tanya jawab. “Jadi pertemuan online dengan wali kota itu jauh dari harapan. Kami DPRD tak bisa menyampaikan aspirasi warga ke wali kota,” ujarnya.
Kritik yang lebih pedas disampaikan langsung oleh anggota DPRD yang juga sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar, Arif Fatoni. Ia menyebut pertemuan online dengan wali kota itu menunjukkan bahwa pemkot sebenarnya memang tak memiliki roadmap yang jelas dan terukur.
“Banyak kebijakan Pemkot Surabaya dalam penanganan Covid-19 ini yang masih overlap,” ujar pria yang juga berlatar belakang jurnalis itu.
BACA JUGA: 2.500 APD Produksi SMK di Jatim Siap Didiatribusikan
Seperti kritikan banyak masyarakat, Fatoni juga menyoroti soal pengadaan bilik disinfeksi. Sebab, pengadaan alat itu tanpa ada koordinasi, tiba-tiba dibuat lalu di rilis ke media.
"Hal ini ternyata hasilnya banyak dikritik masyarakat dan para ahli, Mulai efektivitasnya sampai penggunaan bahannya. Bahkan ada pelarangan dari Kemenkes, Kalau seperti itu kan pemborosan uang rakyat? Rakyat ini sedang dalam kondisi darurat loh!," tegas Fatoni.
Selain itu soal pengadaan alat pelindung diri atau APD. Pemkot melakukan pengadaan ternyata batas penyelesaiannya satu bulan, yang sampai saat ini belum selesai, Padahal daerah lain dan perorangan ada yang bisa melakukan pengadaan dalam waktu satu minggu.
“Belum lagi soal koordinasi lintas instansi. Kita tahu buruk sekali koordinasi antara Pemkot dan Pemprov Jawa Timur. Pemkot seolah berupaya melakukan overlap terhadap apa yang jadi tugas pemprov,” kata Fatoni.
Ketidakjelasan roadmap dan mapping yang dilakukan Pemkot Surabaya ini dituding juga menyebabkan masih tingginya angka masyarakat yang positif Covid-19.
“Jangan lah kebijakan penanganan covid-19 ini hanya pencitraan untuk menaikkan elektabilitas seseorang di eksekutif yang digadang-gadang maju sebagai bakal calon wali kota. Ini rakyat kita sedang menderita!,” pungkasnya