Sabtu, 25 January 2020 04:30 UTC
PEMUTARAN FILM. UKM Sinematografi Unair menggelar workshop dan pemutaran film bertajuk "RE: PLAY (Re: Perfection, Laugh, Acceptance, Yearn)” di House of Sampoerna, Jum’at, 24 Januari 2020. Foto: Restu Cahya
JATIMNET.COM, Surabaya - Film menjadi salah satu kegemaran masyarakat dari berbagai kalangan hingga saat ini. Kebutuhan akan pengetahuan dan hiburan membuat seni audio visual ini menjadi pilihan utama bagi khalayak ramai.
Di sisi lain, bagi sineas (pembuat film), film digunakan sebagai media untuk menyampaikan suatu pesan kepada masyarakat seperti dinamika sosial yang terjadi.
Untuk mendukung perkembangan sinematografi di Surabaya, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sinematografi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menggelar kegiatan bertajuk "RE: PLAY (Re: Perfection, Laugh, Acceptance, Yearn)” di House of Sampoerna, Jum’at, 24 Januari 2020.
Ketua panitia kegiatan, Hari Agung Wijaya, mengatakan tema kegiatan tersebut merupakan kritikatau ‘sentilan’ sosial.
BACA JUGA: Film Bumi Manusia, Pelarangan Buku, dan Hantu Komunisme
"RE: PLAY (Re: Perfection, Laugh, Acceptance, Yearn) merupakan ‘sentilan’ sosial terhadap berbagai masalah dalam kehidupan saat ini," kata Hari.
Tema ini dipilih, menurut Hari, dengan harapan agar para sineas muda dapat menyampaikan cipta, rasa, dan karsa tentang perbaikan atau remedi dari setiap problematika yang terjadi melalui karya film, seperti pada karya berjudul Malaya.
"Pada karya berjudul Malaya, film tersebut berbicara tentang pernikahan dini yang tidak diinginkan dan perjuangan tokoh Mala untuk merdeka dari tekanan hierarki sang suami," ujar Hari.
Sementara karya lainnya berjudul Perfect membuktikan bahwa tiada gading yang tak retak atau tidak ada manusia yang sempurna, namun tetap harus berani tampil menjadi diri sendiri.
BACA JUGA: Gundala Bakal Diputar di Festival Film Internasional Toronto
Adapun selain film dari peserta Diklat, ditayangkan pula beberapa film dari komunitas sinematografi lain sebagai referensi. Hal tersebut dilakukan untuk menambah pengetahuan dan hiburan.
"Acara ini bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan dan hiburan. Selain itu, juga untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dalam mengembangkan kreativitasnya di dunia seni audio visual, serta menambah ilmu pengetahuan dan wawasan para mahasiswa,” tutur Hari .
Ia juga berharap pengetahuan dan ketertarikan masyarakat semakin meningkat terhadap dunia seni audio visual.
Manajemen House of Sampoerna menyambut positif kegiatan ini. House of Sampoerna merupakan bekas bioskop yang jadi destinasi wisata sejarah dan museum yang memberikan ruang untuk mengembangkan kreativitas, pusat pembelajaran, dan ruang pertukaran ide.
House of Sampoerna yang jadi lokasi pemutaran karya-karya film sineas muda itu dulunya bernama Bioskop Sampoerna. Bioskop Sampoerna beroperasi sejak tahun 1933 hingga 1963 dan dikenal sebagai gedung pertunjukan dengan kapasitas penonton lebih dari 1.000 orang.
Menurut Manager House of Sampoerna, Rani Anggraini, bioskop ini dulunya memutar aneka jenis film.
BACA JUGA: Penonton Film Indonesia Meningkat 40 Juta Orang
"Seperti film bisu, film hitam putih, film bersuara, film berwarna, film lokal maupun film dari luar negeri," ujar Rani
Dengan acara ini, Rani berharap dapat kembali mengingatkan masyarakat akan keberadaan Bioskop Sampoerna. Ia juga berharap acara ini dapat menyebarkan semangat pada generasi muda untuk terus bebas berekspresi, mengembangkan potensi, dan menunjukkan prestasi dari kreasi unik mereka.
"Semoga penyelenggaraan acara ini dapat semakin memicu munculnya sineas-sineas muda terutama di Surabaya dan meramaikan dunia perfilman Indonesia," katanya.