Logo

Positif Covid Tanpa Gejala Atau Ringan, Cukup Selesaikan Masa Isoman Tanpa PCR Ulang

Reporter:,Editor:

Sabtu, 24 July 2021 06:20 UTC

Positif Covid Tanpa Gejala Atau Ringan, Cukup Selesaikan Masa Isoman Tanpa PCR Ulang

dr Aditha Satria Maulana SPJP FIHA, dokter spesialis jantung dari RSD dr Soebandi. Foto: Dokumen Pribadi

JATIMNET.COM, Jember – Masyarakat yang positif Covid-19, dari tanpa gejala hingga gejala ringan, saat ini cukup menjalani proses isolasi mandiri (isoman) tanpa harus dirawat di rumah sakit. Sejak 17 Juni 2020, World Health Organization (WHO) mengeluarkan pedoman baru terkait isoman.

Yakni, mereka yang termasuk pasien positif Covid-19 dengan tanpa gejala atau gejala ringan, bisa menyelesaikan masa isolasi mandiri atau isoman-nya, tanpa harus melakukan tes PCR ulang dengan beberapa syarat.

“Yang termasuk gejala ringan ini yakni ditandai dengan batuk, demam, pilek,kehilangan penciuman (anosmia), dengan saturasi oksogen diatas 94 persen. Mereka cukup menyelesaikan masa isoman selama 10 hari, maka sudah tidak perlu lagi PCR ulang khusus untuk pasien tanpa gejala dan gejala ringan tadi,” ujar dr Aditha Satria Maulana SPJP FIHA, dokter spesialis jantung dari RSD dr Soebandi Jember saat dihubungi Jatimnet.com pada Sabtu 24 Juli 2021.

Hal ini dikarenakan, pada pasien tanpa gejala dan gejala ringan, antibodi atau kekebalan tubuh terhadap virus Corona biasanya terbentuk 5–10 hari setelah terinfeksi. Ini artinya, risiko penularan dari pasien yang sudah selesai menjalani isolasi selama minimal 10 hari akan sangat kecil, meskipun hasil tes PCR-nya masih positif.

Baca Juga: Petugas Pemakaman Jenazah Covid di Jember Dihadang Warga

“Masa isoman selama 10 hari adalah jangka waktu minimal yang ditetapkan untuk pasien tanpa gejala,” ujar dokter Adit, sapaan akrabnya.

Adapun untuk pasien dengan gejala ringan mereka perlu melewati masa isolasi selama 10 hari, ditambah 3 hari tanpa gejala. Perkecualian diberikan untuk pasien Covid-19 dengan gejala sedang dan berat, yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, kesembuhannya membutuhkan evaluasi dan penilaian tim dokter yang menangani.

Setelah memenuhi kriteria sembuh, pasien tersebut sudah bisa keluar dari tahap isolasi dan kembali berinteraksi dengan orang lain. Namun Adit menggarisbawahi, protokol kesehatan (prokes) tetap harus dipatuhi.

“Harus pakai masker sesuai standar, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer. Juga mengurangi mobilitas yang tidak perlu dan menghindari kerumunan seperti yang dianjurkan pemerintah,” papar alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Jember ini.

Baca Juga: Jadi Alumni Covid, Wakil Ketua KPK Ajak Masyarakat Disiplin Prokes

Karenanya, pasien tanpa gejala dan gejala ringan yang sudah menjalani masa isoman 10 hari di tambah 3 hari tanpa gejala, bisa kembali bekerja sekalipun hasil PCRnya masih positif. Perubahan pedoman ini dibuat karena tes PCR dengan hasil positif tidak selalu menunjukkan bahwa virus Corona di tubuh pasien masih aktif.

“Jadi setelah lewat masa isoman itu, tidak apa-apa kembali bekerja, meskipun hasil PCRnya positif. Karena bisa saja tes PCR-nya positif karena mendeteksi virus yang sudah mati, tetapi sistem kekebalan tubuh sudah mampu mengendalikannya,” papar alumnus SMAN 1 Jember ini.

Hoaks CT Value
Penjelasan itu disampaikan merespon sejumlah kesalahpahaman di masyarakat tentang prosedur isoman. Yakni pasien isoman dengan gejala ringan atau tanpa gejala yang masih tetap positif saat melakukan tes PCR usai menjalani masa isoman sesuai ketentuan.

“Bahkan, beberapa lembaga masih menerapkan aturan wajib menujukkan hasil PCR evaluasi negatif pasca karyawannya positif covid (dengan tanpa gejala atau ringan). Padahal itu tidak perlu, kecuali pada pasien dengan gejala berat pasca perawatan di rumah sakit.

Baca Juga: Di Balik Komisioner Bawaslu Jatim yang Terpapar Covid-19 Sekeluarga Hingga Ibu Wafat

Sebab, hasil PCR nya masih memungkinkan bernilai positif sekalipun telah dinyatakan selesai masa isoman dan kesembuhan dari gejala covid,” ujar dr Adit.

Selain itu, masyarakat awam juga diminta untuk tidak perlu merisaukan parameter cycle threshold value (CT Value) yang terlampir di lembaran hasil pemeriksaan tes PCR.

“Selama ini beredar banyak hoaks, bahwa CT Value semakin tinggi, maka semakin bagus imunitas seseorang, begitu pula sebaliknya, makin rendah CT value diasumsikan bahwa gejala covidnya semakin berat. Padahal tidak seperti itu,” papar alumnus SMAN 1 Jember ini. 

CT value adalah singkatan dari cycle treshold value. Ini merupakan jumlah siklus yang diperlukan pada pemeriksaan sampel sampai virus terdeteksi pada sampel.

Ct value tunggal tanpa disertai konteks klinis dari dokter tidak dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan manajemen atau menentukan risiko transmisi penyakit pasien COVID-19.

Pada konteks penyakit saluran pernapasan atas, Ct value yang tinggi (viral load rendah) juga mewakili skenario di mana risiko infeksi yang lebih tinggi tetap ada, misalnya pada infeksi akut, pengumpulan sampel dapat tidak adekuat atau sampel dapat terdegradasi..

Selain itu CT value dari satu laboratorium tidak dapat secara langsung dibandingkan dengan CT value dari laboratorium yang berbeda karena perbedaan alat, reagen, dan metode pengujian.

Bahkan, suatu laboratorium mungkin menggunakan lebih dari satu alat, reagen, atau metode pengujian. Oleh karena itu, diharapkan pasien hanya melakukan pemeriksaan ulang di laboratorium yang sama untuk menghindari kerancuan interpretasi.” pungkas dr Adit.