Senin, 26 October 2020 23:40 UTC
Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya, Maria Theresia Ekawati Rahayu (dua dari kanan). Foto: Restu
JATIMNET.COM, Surabaya - Izin Pemakaian Tanah (IPT) atau biasa disebut “Surat Ijo” di Kota Surabaya masih banyak persoalan. Untuk menyelesaikannya harus sesuai dengan aturan yang berlaku, agar dikemudian hari tidak muncul permasalahan lagi, karena jika tidak mengikuti aturan akan berujung pada masalah hukum pidana.
Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya, Maria Theresia Ekawati Rahayu menyebutkan, persoalan surat ijo tersebut bahwa di tahun 2019 sudah banyak warga yang mengajukan permohonan melalui DPRD Provinsi Jatim dan kemudian diteruskan kepada Kementerian ATR/BPN.
Di samping itu, pemkot juga sudah melakukan pembahasan bersama narasumber dan instansi terkait mulai Juli 2019 hingga Agustus 2019. Dengan hasil, pemkot mengirimkan surat kepada Kementerian ATR/BPN tanggal 19 Februari 2020 untuk penyelesaian itu.
“Sampai dengan hari ini, Pemkot Surabaya belum menerima petunjuk lebih lanjut dari Kementerian Agraria terhadap data-data yang sudah disampaikan kepada Kementerian Agraria,” kata wanita yang akrab disapa Yayuk itu sapaan, Senin 26 Oktober 2020.
BACA JUGA: Selesaikan Masalah Surat Ijo, Aturan Hukum Tetap Diikuti
Dari upaya terakhir, warga juga sudah menyampaikan surat untuk mencabut pernyataannya mengakui tanah aset pemkot dan menolak membayar IPT. Bahkan, pemkot juga sudah mengagendakan pembahasan bersama Kejaksaan Tinggi, Kepolisian, BPN dan instansi terkait pada tanggal 1 Oktober 2020.
Hasilnya, kata Yayuk, pemkot disarankan untuk menyampaikan surat permohonan bantuan atau pendapat hukum kepada BPK, Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi. Surat tersebut sudah disampaikan tanggal 19 Oktober 2020.
“Sebetulnya Pemkot Surabaya itu juga ingin membantu masyarakat dalam rangka penyelesaian Izin Pemakaian Tanah. Tapi penyelesaian itu tentunya tidak boleh melanggar aturan yang lebih tinggi supaya tidak menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari,” ia menuturkan.
Meski demikian, pemkot berupaya menyelesaikan permasalahan IPT tersebut. Salah satunya adalah saat penyusunan Raperda Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pelepasan Tanah Aset agar dapat diatur tanpa ganti rugi.
BACA JUGA: Pemkot Surabaya Gamang Lepas Tanah Berstatus Surat Ijo
Namun, saat berkonsultasi ke Kementerian Keuangan dan Kemendagri bahwa pelepasan itu tidak boleh tanpa ganti rugi. “Maka itu tidak bisa diatur dalam Perda. Karena Perda kan tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi,” ia menandaskan.
Tak hanya itu, upaya lain yang dilakukan pemkot dalam menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan mengirimkan surat kepada Presiden RI, Kepala BPK RI, Kepala Perwakilan BPK Jatim, Kepala Kejaksaan Agung RI, dan Kepala Kejati Jatim, pada tanggal 19 Oktober 2020 perihal permohonan pendapat hukum.
Namun, selama ini pemkot telah berupaya memberikan alternatif solusi terhadap retribusi yang dibayar untuk mengurangi beban pemegang IPT. Salah satunya adalah memberikan potongan 50 persen bagi rumah tinggal veteran, membebaskan retribusi jika digunakan sebagai tempat ibadah dan fasilitas sosial.
Selain itu, pemegang IPT juga dapat mengajukan keringanan 30 persen atau mereka boleh mengajukan keringanan dengan cara diangsur 12 kali jika digunakan sebagai tempat tinggal.
BACA JUGA: Melalui Pogram Tri Juang, Kanwil BPN Jatim Akan Tertibkan Adminstrasi Pertanahan
“Dalam rangka penanganan Covid-19 ini, mulai bulan Maret 2020 pemkot juga menghapuskan denda retribusi. Jadi warga yang tidak sanggup membayar penuh boleh mengajukan keringanan dengan cara diangsur 12 kali dan itu sudah banyak,” ia memungkasi.
Sekadar informasi, landasan dasar hukum IPT ini adalah pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang diganti dengan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 28 Tahun 2020.
Kedua, yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah yang diganti dengan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016. Ketiga, ialah Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 1 Tahun 1997 tentang IPT yang diganti dengan Perda Surabaya Nomor 3 Tahun 2016.
Keempat, adalah Perda Surabaya Nomor 13 Tahun 2010 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Perda Kota Surabaya Nomor 2 tahun 2013. Dan, terakhir adalah Perda Kota Surabaya Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pelepasan Tanah Aset Pemkot Surabaya.