Kamis, 16 June 2022 03:00 UTC
Yadnya Kasada. Warga Umat Hindu Suku Tengger meletakkan sesajen di depan Pura Luhur Poten. Foto : Zulkiflie.
JATIMNET.COM, Probolinggo - Serangkian ritual pada Perayaan Yadnya Kasada 1944 Saka yang dilaksanakan di dalam areal Pura Luhur Poten, lautan pasir Gunung Bromo masih berlangsung tertutup bagi wisatawan dan masyarakat umum, Kamis 16 Juni 2022 dini hari.
Pun demikian, dengan prosesi pelemparan sesaji ke kawah Gunung Bromo tetap dilakukan tertutup, dimana hanya dihadiri dan diikuri warga Umat Hindu Suku Tengger. Penutupan tersebut, bertujuan mencegah penyebaran Covid -19.
Kondisi tersebut, nyatanya direspon positif oleh warga Umat Hindu Suku Tengger yang tinggal di sekitaran Lereng Bromo. Menurut mereka, dengan adanya penutupan bagi wisatawan dan masyarakat umum, Perayaan Yadnya Kasada berlangsung lebih khidmat.
Seperti diungkapkan Sonia (27), warga Umat Hindu Suku Tengger, asal Desa Sumberanom, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo. Sonia mengaku lebih khusuk, dalam melaksanakan Perayaan Yadnya Kasada. "Merasa lebih tenang dan damai, kalo tidak ada warga umum. Utamanya saat melaksanakan ritual, dalam Perayaan Yadnya Kasada," katanya, Kamis 16 Juni 2022.
Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Wisatawan, Seratusan Jagabaya Diterjunkan di Perayaan Yadnya Kasada di Bromo
Senada dikatakan Widia (30), warga Umat Hindu Suku Tengger lainnya. Widia berharap, Perayaan Yadnya Kasada yang tertutup bagi umum, bisa kembali dilaksanakan di tahun mendatang. Itu karena, Perayaan Yadnya Kasada merupakan kegiatan adat Umat Hindu Suku Tengger.
Apalagi, terang Widia, makna Yadnya Kasada baginya merupakan ungkapan rasa syukur terhadap leluhurnya, karena telah memberikan keberkahan dalam hidup, sehingga harus benar-benar dihormati. "Untuk kegiatan wisata, kan masih bisa dilain hari atau tidak bersamaan dengan Perayaan Yadnya Kasada," tutur Widia.
Sebagai informasi, upacara Perayaan Yadnya Kasada merupakan penghormatan warga suku Tengger terhadap leluhurnya, yakni pasangan suami istri, Roro Anteng dan Joko Seger.
Dimana jeduanya rela mengorbankan anak ke-25, yakni Raden Kusuma untuk dilarung ke dalam kawah Gunung Bromo. Raden Kusuma dikorbankan untuk menepati janji pasutri keturunan kerajaan Majapahit itu kepada Sang Hyang Widhi. Sebagai ungkapan penghormatan itu, warga suku Tengger tiap tahun melarung hasil bumi ke kawah Gunung Bromo.
