Logo

Pengusaha Cerutu Jember Tak Khawatir Ancaman “Tarif Trump”, Ini Alasannya  

Reporter:,Editor:

Kamis, 10 July 2025 07:00 UTC

Pengusaha Cerutu Jember Tak Khawatir Ancaman “Tarif Trump”, Ini Alasannya
 

Agusta Jaka Purwana (kaos merah) di pabrik cerutu miliknya. Foto: Dok. BIN Cigar

 JATIMNET.COM, Jember – Pengusaha cerutu di Jember tak mau ambil pusing soal kebijakan dagang internasional yang dikenal sebagai ‘Tarif Trump’ yang disinyalir akan berdampak pada ekonomi Indonesia, termasuk dalam ekspor cerutu. 

Hal itu disampaikan salah satu pengusaha cerutu Jember, Agusta Jaka Purwana. Menurutnya, kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menaikkan tarif dagang pada negara anggota dan mitra BRICS+, termasuk Indonesia, diperkirakan tidak akan terlalu berdampak pada kinerja ekspor cerutu Indonesia. 

Sebab, Amerika Serikat bukanlah pangsa pasar utama bagi cerutu Indonesia. 

“Selama ini produk cerutu Indonesia lebih banyak dikirim ke Eropa dan Australia,” katanya saat dihubungi Jatimnet, Kamis, 10 Juli 2025.

China yang merupakan musuh Amerika Serikat dalam perang dagang juga merupakan salah satu pangsa pasar produk cerutu Indonesia. 

Selain karena pangsa pasar, cerutu diyakini tidak akan terpengaruh kebijakan yang disebut Tarif Trump itu karena faktor karakteristik konsumennya. 

BACA: Tarif Impor Trump Diterapkan, Pelaku IKM dan UMKM Mojokerto Minta Perlindungan

Agusta menjelaskan cerutu merupakan produk dengan konsumen masyarakat kelas atas dan terkait dengan gaya hidup. Sehingga berapapun harganya, tetap akan dibeli. 

“Jember sebagai penghasil tembakau Basuki Na-Oogst (BNA) selama ini dikenal sebagai salah satu penghasil tembakau terbaik di dunia. Jadi, kami tetap optimis jalur ekspor cerutu tak akan kehilangan arah mata angin,” katanya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah Indonesia masih terus melakukan negosiasi pada pemerintah Amerika Serikat untuk membatalkan atau menurunkan rencana tarif resiprokal berupa bea masuk sebesar 32 persen mulai 1 Agustus 2025 pada komoditas ekspor Indonesia yang akan masuk ke Amerika Serikat. 

Rencana kenaikan tarif ekspor oleh Trump itu sebagai reaksi atas perkumpulan beberapa negara besar dan berkembang anggota dan mitra BRICS+ yang dianggap Trump mengancam dominasi dolar dalam perdagangan internasional.

BRICS semula bernama BRIC, singkatan dari nama empat negara yang pertama merintis tahun 2009, yakni Brasil, Rusia, India, dan China.

BACA: Dubes RI untuk Nigeria Bantu UMKM Mojokerto Tembus Pasar Afrika

Tahun 2011, Afrika Selatan bergabung dan berubah menjadi BRICS. Negara anggota BRICS terus berkembang dan hingga awal 2025 sudah ada 11 negara anggota BRICS dan menjadi BRICS+.

Selain Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, enam negara lain juga bergabung, yakni Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Ethiopia, Indonesia, dan Iran. Indonesia diterima menjadi anggota pada Januari 2025.

Selain negara anggota, BRICS+ juga memiliki Sembilan negara mitra, antara lain Belarusia, Bolivia, Kazakhstan, Kuba, Malaysia, Thailand, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam. 

Sebagai negara mitra, sejumlah negara di Asia Tenggara juga mendapat tekanan dari Trump, termasuk Vietnam, yang akan dikenakan tarif bea masuk ekspor ke Amerika Serikat sebesar 46 persen.  

Namun, menjelang pemberlakukan tarif tersebut pada 9 Juli 2025, Trump berkomunikasi dengan pemimpin tertinggi Vietnam, To Lam, 2 Juli 2025. Tarif tersebut akhirnya diturunkan menjadi 20 persen untuk barang ekspor Vietnam yang masuk ke AS dan 0 persen untuk barang AS yang masuk ke Vietnam. 
 
Caption: 

Foto 1: Agusta Jaka Purwana (kiri) di pabrik cerutu miliknya. (Istimewa/ Dok BIN Cigar) 

Foto 2: Agusta Jaka Purwana (pakai kursi roda) di pabrik cerutu miliknya. (Istimewa/ Dok BIN Cigar)