Logo

Pengurus Pondok Bantah Santrinya Meninggal Dianiaya Senior

Reporter:,Editor:

Rabu, 21 August 2019 04:17 UTC

Pengurus Pondok Bantah Santrinya Meninggal Dianiaya Senior

MENUNTUT ILMU: Suasana Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum tempat korban menuntut ilmu. Foto: Karina Norhadini.

JATIMNET.COM, Mojokerto – Kematian AR (16) santri Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum di Dusun Candirejo, Desa Awang-awang, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto disangkal pengurus Ponpes.

"Kemungkinan korban terjatuh dari tangga lantai dua dengan ketinggian 10 meter. Atau mungkin juga mengantuk kecapekan, soalnya korban habis ikut lomba gerak jalan," terang Annisatul Fadilah, salah satu pengurus ponpes Mamba'ul Ulum putri, Selasa 20 Agustus 2019..

Annisatul mendapatkan laporan dari ustaz jam tiga pagi, bahwa ada anak jatuh. Korban langsung dibawa ke RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojosari. Namun, di sana tidak ada alat dan dokternya. Akhirnya korban dirujuk ke RS. Sakinah Mojokerto.

Annisatul menyakini, mengenai penganiayaan tidak pernah terjadi di lingkungan pondok yang diurusnya. Bahkan, sekuriti selalu ada dalam setiap pergantian waktu pengamanan selama 24 jam. Pola pembinaan sendiri, jika ada siswa yang melanggar hanya diminta baca tafsir, ngaji, dan bersih-bersih makam.

BACA JUGA: Santri PP Mamba’ul Ulum Mojokerto Dianiaya Senior hingga Meninggal

Korban AR yang diketahui seorang anak yatim, baru satu bulan berada di ponpes Mamba'ul Ulum Mojokerto.

"Orang tuanya sudah meninggal, dia anak yatim. Semua kebutuhannya sehari-hari, pondok yang memenuhi. Bahkan uang saku, saya yang memberinya tiap harinya. Dari kecil tinggal bersama bibinya di Sidoarjo, terus kelas satu SD, korban masuk di panti asuhan. Dari inisiatif anaknya sendiri keluar pengin masuk pondok. Akhirnya baru bulan Juli 2019 kemarin ada di sini," tandasnya.

“Jadi saya sangat perhatikan sekali, anaknya baik. Memang kalau butuh apa-apa harus dielus-elus dulu, enggak pernah ada masalah dengan teman-temannya," terangnya.

Pihak Ponpes Mamba'ul Ulum memutuskan untuk memakamkan AR di lingkungan makam keluarga pondok. Sebab dianggap istimewa, bahkan terkait pengurusan jenazah dan termasuk tahlil tujuh sampai empat puluh harinya ditanggung Ponpes Mamba'ul Ulum Mojosari.

KAMAR KORBAN: Kamar tempat penganiaayaan terhadap AR dan GP. Foto: Karina Norhadini.

Ratusan santri melaksanakan sholat jenazah dan tahlil sebelum korban AR dibawa ke RS Pusdik Gasum Porong untuk diautopsi. Tak terkecuali rekan sekamar korban GP (15), dirinya sangat terpukul dengan kematian korban yang dianiaya di depan mata kepalanya sendiri.

GP yang juga menjadi saksi utama saat kejadian penganiaayan mengatakan, kalau pelaku WN (17) masuk ke dalam kamar sekitar pukul 24.00 WIB langsung menarik tangannya dan memukul serta menendangnya.

"Selesai memukul saya, AR diinjak, dipukuli juga sampai jatuh. Yang mukul ya WN. Sudah saya coba lerai tapi enggak berhasil. Dua kali dipukul, cuma pakai tangan di bagian kepala dan dadanya," ungkap GP.

Korban alami muntah darah, melihat kondisi ini pengurus pondok maupun pelaku langsung membawa korban ke Prof. Dr. Soekandar Mojosari. Namun disayangkan, di RS Sakinah Mojokerto AR meninggal dalam perawatan sekitar pukul 12.00 WIB siang.

BACA JUGA: Bank Sampah Mojokerto Mulai Terima Styrofoam

Teman sekamar korban, GP menambahkan, bahwasanya pelaku WN yang juga kakak kelas 12 korban ini sudah satu tahun jadi pengurus keamanan.

"Teman saya yang meninggal kelas 10, malah baru aja mondok di sini. Kami keluar ke pasar soalnya lapar, jadi enggak ijin," ucapnya saat diwawancarai awak media, Selasa 20 Agustus 2019.