Logo

Pendukung Class Action Dolly Kecewa, Penolak Gembira

Reporter:

Senin, 03 September 2018 11:56 UTC

Pendukung Class Action Dolly Kecewa, Penolak Gembira

Sentral Informasi KOPI dan FPL Saputro menyampaikan kekecewaannya pasca penolakan gugatan class action yang diajukan pihaknya, di drpan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin 3 September 2018. Foto Fahmi Aziz.

JATIMNET.COM, Surabaya – Pengadilan Negeri Surabaya menolak gugatan class action yang dilayangkan Front Pekerja Lokalisasi (FPL) dan Komunitas Pemuda Independent (KOPI), Senin 3 September 2018.

Dalam gugatannya, FPL dan Kopi menuntut Pemerintah Kota Surabaya membayar Rp 270 miliar sebagai ganti sumber penghidupan yang tergusur. Ketua Majelis Hakim Dwi Winarko menilai gugatan itu tak memenuhi syarat dan salah alamat. Semestinya, menurut hakim, gugatan dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Warga penggugat kecewa atas putusan itu. Sentral Informasi KOPI dan FPL Saputro alias Pokemon menduga hakim mengalami tekanan dalam memutuskan perkara itu karena melibatkan Pemkot Surabaya sebagai tergugat.

“PN Surabaya terbukti melanggar hukum dan tidak berpihak ke rakyat kecil,” katanya usai pembacaan putusan di depan kantor PN Surabaya.

Ia mempertanyakan kenapa hakim menghentikan kasus ini dengan dua alasan itu; kurang syarat dan salah alamat. Padahal gugatan sudah jalan sejak dua bulan lalu. Itu artinya, kata dia, mengandung kejanggalan.

“Kenapa tidak dihentikan sejak awal. Ini bukti PN Surabaya tidak berpihak ke rakyat kecil,” tuturnya.

Ia mengatakan gugatan class action ini sama sekali tak berniat membuka peluang praktik prostitusi Dolly beroperasi lagi. Saat lokalisasi ditutup pada Juni 2014 lalu, ia mengatakan, hanya pekerja seks dan mucikari yang mendapat ganti rugi. Adapun pedagang kaki lima, rumah musik, juru parkir, sampai juru masak tak pernah mendapatkan haknya.

“Belum mendapat ganti rugi hingga saat ini,” katanya.

Karenanya ia memastikan akan melanjutkan proses hukum dengan cara mengajukan kasasi. Kalaupun ada gelagat hakim tak adil, ia mengancam melapor ke Komisi Yudisial.

Sementara itu, warga penolak class action yang tergabung dalam Forum Komunikasi Warga Jarak Dolly (Forkaji) menyambut gembira putusan hakim PN Surabaya.

“Kami akan terus menjaga dan mencegah adanya embrio-embrio yang menumbuhkan kembali prostitusi di Putat Jaya,” kata Humas Forkaji Kurnia Cahyanto usai persidangan.

Menurut dia, rencana FPL dan Kopi mengajukan kasasi adalah upaya menjadikan Dolly sebagai kawasan prostitusi lagi. Padahal Dolly adalah barometer prostitusi, baik di Surabaya maupun di Jawa Timur. Kalau kawasan Dolly kembali menjadi lokalisasi kembali, ia percaya daerah lain mengikuti.