Kamis, 17 July 2025 09:30 UTC

Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifuddin saat konferensi pers kasus penambangan batu bara ilegal di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Kamis, 17 Juli 2025. Foto: Januar
JATIMNET.COM, Surabaya – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menetapkan tiga tersangka tindak pidana penambangan batu bara ilegal di kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto yang berada di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur.
Tiga tersangka berinisial YH, CH, dan MH. Tersangka YH dan CH telah ditahan di Rutan Mabes Polri. Sedangkan MH masih akan dilakukan pemanggilan sebagai tersangka.
"Ketiga pelaku ini telah melakukan penambangan ilegal batu bara di kawasan konservasi," ucap Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifuddin saat konferensi pers di Terminal Peti kemas Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Kamis, 17 Juli 2025.
Nunung menjelaskan pelaku mengirimkan batu bara yang dimasukkan dalam karung dan menggunakan dokumen palsu mengarah pada penambangan legal.
"Kami menahan 351 kontainer yang digunakan pelaku untuk dikirimkan dari Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya," ujarnya.
BACA: Bareskrim Sita 351 Kontainer Batu Bara Ilegal di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
Nunung mengatakan kasus ini bermula saat tim Dittipidter Bareskrim Polri mendapatkan informasi dari masyarakat perihal kegiatan pemuatan batubara di Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Mereka pun melakukan penyelidikan 23-27 Juni 2025.
“Diketahui, asal-usul batubara tersebut berasal dari kegiatan penambangan ilegal di Kawasan Hutan Taman Raya Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, juga wilayah IKN,” kata perwira dengan bintang satu di pundak ini.
Dalam proses penyidikan dan gelar perkara polisi akhirnya menetapkan tiga orang tersangka yang memiliki peran berbeda. Sementara perusahaan yang terlibat ialah MMJ dan BMJ.
Tersangka YH dan CH diduga menjual batubara yang diduga berasal dari penambangan tanpa izin, sementara MH berperan peran membeli dan menjual batubara hasil penambangan ilegal.
BACA: 400 Penambangan di Jawa Timur Ternyata Ilegal
“Modus operandi para pelaku adalah dengan membeli batubara dari hasil kegiatan penambangan ilegal yang berada di kawasan konservasi Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur,” ucapnya.
Batubara itu kemudian dikumpulkan dalam stockroom, dikemas menggunakan karung, lalu dimasukkan ke dalam kontainer dan diangkut ke Terminal Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT).“Setelah berada di terminal, kontainer batubara dilengkapi dokumen resmi dari perusahaan pemegang Izin Usaha Produksi (IUP), seolah-olah batubara berasal dari penambangan resmi (pemegang IUP),” ucapnya.
Kontainer berisi batu bara hasil penambangan ilegal di IKN Nusantara yang disita Dirtipidter Bareskrim Polri di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Kamis, 17 Juli 2025. Foto: Januar
Polisi juga menyita beberapa dokumen, berupa Surat Keterangan Asal Barang, Surat Keterangan Kebenaran Dokumen, Laporan Hasil Verifikasi, Surat Pernyataan Kualitas Barang, Surat Keterangan Pengiriman Barang, Shipping Instruction, dokumen IUP OP, dan dokumen Izin Pengangkutan dan Penjualan.
Nunung mengatakan kasus ini bermula saat tim Dittipidter Bareskrim Polri mendapatkan informasi dari masyarakat perihal kegiatan pemuatan batubara di Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Mereka pun melakukan penyelidikan 23-27 Juni 2025.
Nunung menyebut aktivitas penambangan ilegal ini diduga sudah terjadi sejak 2016-2025. Akibatnya negara menderita kerugian Rp5,7 triliun. Jumlah itu dihitung dari deplesi batubara dan kerusakan hutan. Jumlah itu berpotensi akan bertambah.
BACA: Galian Tambang Ilegal di Mojokerto Digerebek
“Yang pertama adalah biaya hilangnya batubara akibat pertambangan dari 2016 sampai 2024. Ini mencapai Rp3,5 triliun. Kemudian total biaya kerusakan hutan dalam hal ini kayu seluas 4.236,69 hektar adalah Rp2,2 triliun. Jadi total sementara, estimasi sementara sedikitnya sudah terjadi kerugian senilai Rp5,7 triliun,” kata dia.
Nunung mengatakan atas perbuatan mereka, ketiga tersangka dijerat pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp100 juta. Polisi juga masih memburu pihak-pihak lain yang terlibat.
“Proses penyidikan tidak berhenti sampai di sini saja, tolong dicatat, tetapi masih akan berlanjut dengan pengembangan terhadap pihak-pihak lain, baik penambang maupun pemberi dokumen IUP OP dan RKAB dalam penjualan batubara, serta pihak-pihak yang membantu terlaksananya tindak pidana ini,” katanya.
Penyidik juga akan menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mengingat kegiatan penambangan ini telah berlangsung lama dan menjadi atensi pemerintah.
