Jumat, 08 January 2021 06:00 UTC

Ilustrasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak
JATIMNET.COM, Surabaya - Pemerintah baru saja mengesahkan Peraturan Pemerintah nomor 70 tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, Andriyanto angkat bicara soal aturan tersebut. Mengingat pro dan kontra di mata lembaga masyarakat, aktivis hukum, psikolog, dokter, serta akademisi.
"Tujuan kebiri kimia dalam PP ini jelas menjadi upaya yang sangat penting. Mengingat sistem peradilan pidana di Indonesia bertujuan untuk pemasyarakatan narapidana, serta pencegahan kejahatan dan tidak semata-mata pembalasan," ujar Andriyanto tertulis, Jumat 8 Januari 2021.
Bila dicermati lagi, kata Andriyanto, definisi kebiri kimia dalam PP ini diakhiri dengan kata disertai rehabilitasi. Artinya, tujuan penjatuhan pidana ini juga harus dipastikan memberikan manfaat berupa mencegah kejahatan (prevensi) sebagai tujuan utama pemidanaan.
BACA JUGA: Sepanjang Tahun 2020, Kekerasan Seksual Masih Tertinggi di Jatim
Andriyanto menjelaskan, kata disertai rehabilitasi juga bisa diartikan bahwa kebiri kimia sebagai suatu tindakan yang terpisah dari upaya rehabilitasi. Padahal seharusnya kebiri kimia dilakukan justru dalam rangka rehabilitasi pelaku.
Ia pun menyebutkan di sejumlah negara kebiri kimia yang terbukti efektif justru dilakukan secara sukarela. Pelaku yang menyadari bahwa ada gangguan dorongan seksual dalam dirinya yang sangat tinggi mengajukan diri.
Namun, menurut dia, kebiri kimia belum tentu menjadi solusi apabila pelaku yang melakukan kekerasan seksual ternyata karena gangguan kejiwaan, atau karena faktor-faktor lain.
BACA JUGA: Divonis Kebiri Kimia, Guru Pramuka Pelaku Asusila Tak Ajukan Banding
"Persoalan kebiri kimia ini menjadi momentum yang tepat untuk menyadarkan kita bahwa politik kriminal atau kebijakan penanggulangan kejahatan harus disusun secara rasional, bukan emosional," tegasnya.
Terlepas dari itu, ia menyakini jika semua pihak sepakat kekerasan seksual terhadap anak harus ditangani secara serius. Tetapi semangat menghukum pelaku dengan alasan keadilan bagi korban sesungguhnya belum tentu menyelesaikan persoalan.
Sementara di PP 70/2020 lebih menitikberatkan pada sifat pencegahan sebelum kejahatan terjadi, mempunyai kedudukan sangat strategis yang harus lebih diintensifkan. Tujuannya agar anak-anak terlindungi dari kekerasan seksual. "Kita apresiasi sebuah karya politik bidang kriminal ini dan kita menunggu implementasinya," tandasnya.
Menurut data Sistem Informasi Online Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak hingga 28 Desember 2020, di Jawa Timur angka kekerasan terhadap perempuan dan anak mengalami kenaikan cukup signifikan, yaitu 1.878 kasus. Sebanyak 40 persen kekerasan tersebut adalah kekerasan seksual dan 61 persen sisanya kejadian kekerasan di Rumah Tangga (KDRT).
