Logo

Sepanjang Tahun 2020, Kekerasan Seksual Masih Tertinggi di Jatim

Reporter:,Editor:

Jumat, 01 January 2021 06:00 UTC

Sepanjang Tahun 2020, Kekerasan Seksual Masih Tertinggi di Jatim

Ilustrasi Kekerasan Seksual. Ilustrator: Gilang

JATIMNET.COM, Surabaya - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur mencatat sepanjang tahun 2020 kekerasan seksual pada perempuan dan anak masih marak di wilayahnya. 

Kepala DP3AK Jatim Andriyanto mengatakan, ada laporan sebanyak 1.887 kasus yang masuk sepanjang tahun lalu. Dengan kekerasan seksual yang tertinggi, 39,32 persen atau 742 kasus. 

Kemudian diikuti kekerasan fisik sebanyak 32,75 persen atau 618 kasus, kekerasan psikis 28,19 persen atau 532 kasus. Lalu penelantaran sebanyak 11,87 persen atau 224 kasus. "Kasus trafficking masih ada dengan sebanyak 19 kasus atau 1,01 persen. Sisanya lain-lain 14,10 persen atau 266 kasus," kata Andriyanto, Jumat 1 Januari 2020. 

Sementara menurut tempat, ia menerangkan, paling banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dilakukan di rumah. Data milik DP3AK Jatim kekerasan rumah tangga menempati persentase sebanyak 60,41 persen atau 1.140 kasus.

BACA JUGA: KPAI Ungkap Alasan Rumah Tempat Rawan Kekerasan Seksual

Di tempat kedua paling banyak kekerasan terjadi yakni di fasilitas umum dengan 228 kasus atau setara 12,08 persen. Kemudian diikuti sekolah, yang seharusnya dunia pendidikan memberikan rasa nyaman justru ditemukan sebanyak 66 kasus atau 3,50 persen. 

Baru setelahnya tempat kerja 28 kasus atau setara 1,48 persen, lembaga diklat empat kasus atau 0,21 persen, dan tempat lainnya 421 kasus atau 22,31 persen. 

"Dibanding tahun 2019 lalu, jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak memang meningkat. Tahun sebelumnya tercatat ada 1.600, sedangkan pada 2020 sebanyak 1.887 kasus," tegasnya. 

Ia menduga meningkatkannya kasus kekerasan pada perempuan dan anak ini dipicu menurunnya pendapatan sepanjang tahun 2020. Tidak bisa dipungkiri pandemi Covid-19 banyak karyawan terimbas baik itu di rumahkan maupun mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

BACA JUGA: Sepanjang 2020 Ada 4.116 Kasus Kekerasan Terhadap Anak

Tak hanya itu, banyak juga tempat usaha yang berskala mikro dan rumahan turut berdampak. "Akibatnya ekonomi keluarga menurun tajam, dan ini sebagai pemicu terjadinya kekerasan di rumah tangga," tuturnya. 

Andriyanto menyebut terus berupaya menekan angka kekerasan pada perempuan dan anak. Salah satunya dengan mengoptimalkan layanan korban di Pusat Pelayanan Terpadu di Rumah Sakit Bhayangkara. 

Selain itu, juga membentuk desk konseling paripurna di lima Bakorwil untuk memberikan layanan kepada masyarakat online dan offline. "Pemberdayaan kepada korban dengan memberikan pelatihan-pelatihan peningkatan ekonomi keluarga diberikan. Kerjasama dengan Organisasi Sosial Perempuan dalam rangka pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak," tandasnya.