Rabu, 24 July 2019 07:58 UTC
Foto: Ilustrasi/Gilas Audi.
JATIMNET.COM, Surabaya - Tingginya lokasi kekerasan seksual pada anak yang terjadi di rumah pada catatan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur dalam kurun waktu 2 tahun terakhir menunjukkan pelaku merupakan orang terdekat korban.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Susianah Affandi menjelaskan tren kekerasan seksual yang berbeda dengan masa lalu.
"Dulu pelaku kekerasan seksual memang orang jahat atau niat melakukan tindakan kriminal. Sedangkan pelaku kekerasan seksual kepada anak hari ini justru dilakukan oleh orang terdekat dengan anak," ungkapnya kepada Jatimnet, Rabu 24 Juli 2019.
Susianah menambahkan kedekatan pelaku dengan korban kekerasan seksual yang terjadi di rumah merupakan anomali dari fungsi keluarga sebagai pelindung dan panutan sang anak.
BACA JUGA: Tiga Bulan, 81 Anak di Jawa Timur Jadi Korban
"Pelakunya adalah mereka yang harusnya melindungi anak. Bahkan pelaku memiliki hubungan dekat dengan anak seperti orang tua, saudara, guru ngaji, teman dan bahkan kakeknya," tambah Komisioner KPAI Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat tersebut.
Ia merinci sejumlah faktor terkait anak yang rentan menjadi korban kekerasan seksual di rumah, salah satunya adalah kecurigaan terhadap keluarga dekat yang mustahil terjadi.
"Siapapun tak akan menaruh curiga jika di dalam rumah hanya ada anak dan ayahnya. Sang ayah memiliki akses yang dekat dengan anak sehingga memudahkan untuk mengeksploitasi secara seksual," ungkap perempuan kelahiran Lumajang tersebut.
Selain orang terdekat, tetangga atau orang yang tidak dikenal juga mudah melakukan kekerasan seksual terutama bila sang anak mudah diiming-imingi dan anak tidak bisa mengekspresikan secara verbal.
BACA JUGA: WCC Ungkap Lemahnya Perlindungan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak
"Iming-iming yang diberikan seperti uang jajan, ajaran semar mesem, hadiah, bermain bersama dan hal menarik anak lainnya. Bahkan pelaku juga sering menggunakan kata - kata dan kalimat yang tidak bisa dimengerti, misal ‘bilang saja diajak main kuda-kudaan sama Om’," jelasnya.
Selain itu pengaruh media sosial dan pelaporan ke pihak berwajib masih menjadi kendala sehingga korban kekerasan seksual masih terjadi.
"Keempat, karena pengaruh pornografi. Kelima, Lambannya korban dan keluarganya melaporkan ke pihak berwajib," tambahnya.
Sebelumnya, Sekretaris LPA Jatim, Isa Anshori menyampaikan temuan kekerasan seksual pada anak, menunjukkan pada tahun 2017 terdapat 150 temuan dan 2018 terdapat 130 temuan, sementara pada 2019 sudah terdapat 20 temuan hingga Maret 2019.
