Logo

Pembangunan Molor, DPRD Surabaya Tempati Gedung Baru Akhir Januari

Reporter:,Editor:

Rabu, 08 January 2020 13:31 UTC

Pembangunan Molor, DPRD Surabaya Tempati Gedung Baru Akhir Januari

Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono memberikan paparan tentang rencana penempatan gedung baru, Rabu 8 Januari 2020. Foto: Restu Cahya.

JATIMNET.COM, Surabaya – Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono menjelaskan bahwa sebanyak 50 anggota legislatif segera menempati gedung baru akhir Januari 2020. Politikus PDI Perjuangan itu tidak menampik penempatan gedung baru ini molor dari jadwal.

Awi, sapaan Adi Sutarwijono, mengakui bahwa gedung baru ini seharusnya selesai pada November 2019. Namun karena dilakukan redesain, gedung anyar ini baru ditempat akhir Januari 2020.

“Redesain itu salah satunya ruang privat yang dulu tidak ada, kemudian diusulkan ada,” kata Awi, Rabu 8 Januari 2020.

BACA JUGA: Pemerintah Surabaya Ajukan Tambahan Anggaran 10 Persen untuk Interior Gedung Dewan

Molornya penempatan gedung dengan tujuh lantai itu juga tidak lepas finishing yang dilakukan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang (DPR-KPCKTR) Surabaya.

“Informasi dari Cipta Karya (DPR-KPCKTR) finishing itu butuh waktu tujuh hari. Tapi pengisian mebel yang butuh waktu lama. Sekarang ditambahkan lagi furniture untuk rapat, tempat kerja, dan pendukung lain,” kata Awi, sapaannya.

Gedung baru ini, lanjut Awi, akan difungsikan sebagai ruang kerja pribadi. Di dalamnya terdapat pula ruang rapat badan musyawarah serta ruang rapat badan anggaran.

Sementara ruang rapat komisi atau menangani pengaduan masyarakat tetap dilaksanakan di gedung DPRD yang lama. Begitu juga dengan menerima konstituen tetap dilaksanakan di gedung lama.

BACA JUGA: Pemkot Anggarkan Rp 197 M, Perluas Gedung RS Soewandhie

Namun demikian anggota yang menerima tamu atau menggelar pertemuan secara internal bisa dilakukan di gedung baru. "Pertemuan yang bersifat internal bisa di gedung baru,” Awi menjelaskan.

Layaknya gedung modern, akses masuknya fingerprint atau sidik jari sekaligus sebagai absensi anggota parlemen. Penerapan teknologi tersebut untuk menyeleksi orang yang tidak berkepentingan masuk.

“Supaya selektif lah, karena ini kan ruang kerja pribadi. Tapi kalau bertemu masyarakat itu bebas tidak ada fingerprint,” tambahnya.