Logo

Pedagang Gembong Keluhkan Larangan Berjualan Pakaian Bekas Impor

Reporter:,Editor:

Senin, 23 September 2019 10:53 UTC

Pedagang Gembong Keluhkan Larangan Berjualan Pakaian Bekas Impor

KELUHKAN LARANGAN. Lilis mengaku kesulitan mencari pekerjaan jika berdagang pakaian bekas impor benar-benar dilarang Pemkot Surabaya. Foto: Khoirotul Lathifiyah.

JATIMNET.COM, Surabaya – Upaya Pemkot Surabaya menegakkan aturan tentang larangan berjualan pakaian bekas impor mendapat respon dari pedagang di Pasar Gembong.

Salah satunya adalah Lilis (60). Dia mengaku keberatan dengan aturan tersebut. Apalagi dia sudah menggantungkan kehidupannya dari berjualan pakaian bekas impor selama 40 tahun.

“Penghasilan saya dari jualan pakaian bekas impor ini. Peminatnya banyak, karena bahannya bagus dan harganya murah,” kata Lis sapaannya, saat diwawancarai di Pasar Gembong Asih, Senin 23 September 2019.

Lis mengaku awalnya hanya menjual pakaian bekas lokal. Tapi peminatnya sedikit karena kualitas baju bekas lokal relatif jelek. Sementara orang Indonesia lebih suka membeli pakaian baru untuk produk lokal.

BACA JUGA: Pedagang Pakaian Bekas Impor Pasar Gembong Belum Mendapat Sosialisasi

Kondisi dan minat pelanggan itu membuatnya membeli pakaian bekas impor. “Saya membeli dari orang Medan. Biasanya satu karung harganya Rp 4-Rp 5 juta,” kata Lis yang belum genap setahun pindah dari Gembong Tebasan itu.

Biasanya satu bal atau karung isi dan kualitasnya berbeda-beda. Untuk celana berisi 200-300 potong, sedangkan baju 300-400 potong. Dia menambahkan, dalam sistem kulakan, dirinya kadang beruntung, tidak jarang juga rugi. Masalahnya setiap pedagang tidak bisa memilih barang sesuai keinginan.

DIPILIH DIPILIH. Salah satu pembeli memilih celana bekas impor di Pasar Gembong Asih, Senin 23 September 2019. Foto: Khoirotul Lathjifiyah.

“Kadang saya pilih dulu kalau ada barang datang, karena banyak barang yang sobek-sobek dan kondisinya jelek,” katanya.

Pakaian bekas impor yang sudah tidak layak pakai kemudian dia sortir atau dibuang. Jika masih bisa dirawat, akan diperbaiki dan tetap dijual dengan harga yang lebih murah.

BACA JUGA: Pemkot Surabaya Batasi Baju Bekas Impor

“Yang jelek atau biasa saya jual Rp 10.000, tapi lebih sering saya jual mulai dari Rp 35.000 sampai yang bagus Rp 50.000. Kalau bermerk bisa di atasnya,” kata wanita asli Gembong Asih Surabaya.

Berkaitan dengan larangan pemkot berjualan pakaian bekas impor itulah yang dikeluhkan Lilis. Masalahnya dia menggantungkan kehidupannya dari jualan baju bekas. “Saya usaha apa jika tidak boleh jual pakaian bekas,” keluhnya.

Pendapatannya dalam lima hari berjualan tidak sampai Rp 500.000. Bahkan terkadang hanya Rp 100.000. Karena hal tersebut, semua pedagang di Pasar Gembong Asih tidak ditarik retribusi.

Untungnya, para pedagang masih bisa berjualan di Tugu Pahlawan setiap Minggu pagi. “Lebih ramai pembeli, karena banyak yang dari luar kota seperti Gresik dan Sidoarjo,” katanya. Soal omzet di Tugu Pahlawan, Lilis mengaku bisa mendatangkan duit rata-rata Rp 500.000 setiap hari minggu saja.