Jumat, 12 July 2019 06:15 UTC
Ilustrasi oleh Cheppy Canggih
JATIMNET.COM, Surabaya – Pemungutan suara Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan untuk memulai penyelidikan pembunuhan massal dalam program “perang melawan nakoba” di Filipina, yang digagas Presiden Rodrigo Duterte.
Sebelumnya, resolusi itu diusung oleh Islandia, dan disahkan melalui pemungutan suara oleh negara-negara anggota Dewan HAM.
Pemungutan suara menghasilkan 18 suara dukungan, 14 menentang, termasuk Cina, dan 15 abstain, termasuk Jepang.
Selama ini, pemerintah Filipina menyebut jika perang narkoba telah menwaskan 6.600 orang, sejak Duterte terpilih sebagai presiden di tahun 2016.
BACA JUGA: Ribuan Penduduk Tewas dalam Perang Narkoba, Duterte Terancam Dipanggil PBB
Namun, kalangan pembela HAM mengatakan angka korban tewas itu mencapai sedikitnya 27.000 orang.
Para pegiat HAM Filipina mengatakan puluhan ribu orang terbunuh sementara polisi meneror kalangan masyarakat miskin dengan menggunakan "daftar orang di bawah pengawasan" untuk menentukan tersangka pengguna atau pengedar narkoba.
Para pegiat menuduh polisi membunuh penduduk Filipina melalui operasi-operasi terselubung.
Kepolisian Filipina membantah tuduhan tersebut dengan mengatakan bahwa pembunuhan terjadi saat polisi membela diri.
BACA JUGA: Filipina Belajar Pendidikan Madrasah di Indonesia
Juru bicara Duterte, Salvador Panelo, mempertanyakan keabsahan resolusi Dewan HAM itu, yang tidak didukung oleh mayoritas anggotanya.
Panelo mengatakan, rakyat Filipina mendukung kepemimpinan Duterte yang unik beserta pendekatan yang diambil sang presiden dalam menyelesaikan masalah.
Delegasi Filipina, negara yang juga merupakan salah satu dari 47 anggota Dewan HAM, telah berupaya membendung pengesahan resolusi tersebut.
Resolusi berisi desakan kepada pihak berwenang nasional Filipina untuk mencegah kejadian pembunuhan sewenang-wenang serta untuk bekerja sama dengan Komisioner Tinggi PBB urusan HAM Michelle Bachelet.
BACA JUGA: Perang Sampah, Filipina Tarik Diplomatnya dari Kanada
Bachelet akan melaporkan hasil penyelidikan tentang pembunuhan di Filipina, pada Juni 2020.
Di Manila, Presiden Duterte ditanya para wartawan soal apakah ia akan mengizinkan para pejabat HAM PBB mendapat akses untuk menjalankan penyelidikan.
Ia menjawab, "Biarkan mereka menjelaskan tujuan mereka dulu dan saya akan mengkajinya."
Salvador Panelo meyakini jika Duterte mengizinkan penyelidikan dijalankan serta investigasi itu dilakukan secara seimbang, "Kami yakin hasilnya hanya akan membuat para penyelidik, demikian juga dengan Islandia dan 17 negara lainnya, kehilangan muka,”. (ant)
