Logo

Pasca Aksi, Perwakilan Buruh Jatim Kawal Tuntutan ke Dua Kementerian di Jakarta

Reporter:,Editor:

Kamis, 10 October 2019 06:47 UTC

Pasca Aksi, Perwakilan Buruh Jatim Kawal Tuntutan ke Dua Kementerian di Jakarta

BURUH. Aksi buruh di depan Gedung DPRD Jawa Timur, 2 Oktober 2019. Foto: Bayu Pratama

JATIMNET.COM, Surabaya - Pasca aksi gabungan buruh se-Jawa Timur, Rabu 2 Oktober 2019 silam, perwakilan buruh bersama Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur bertandang ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian Dalam Negeri untuk menyampaikan sejumlah tuntutan, Kamis 10 Oktober 2018.

Perwakilan buruh sekaligus Koordinator Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Pasuruan Jazuli mengatakan pihaknya akan membahas sejumlah isu salah satunya rekomendasi penolakan rencana revisi UU Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003.

"Hasil rekomendasi aksi kemarin, hari ini hingga besok, lima orang perwakilan buruh dan Pemprov Jatim datang ke Kemenakertrans dan Kemendagri untuk membahas tuntutan yang disampaikan pada aksi 2 Oktober silam di gedung DPRD Jawa Timur," ungkap Jazuli, Koordinator FSPMI Jawa Timur kepada Jatimnet.com, Kamis 10 Oktober 2019.

BACA JUGA: Digeruduk Buruh, DPRD dan Disnaker Jawa Timur Sepakati Tuntutan

Jazuli menambahkan, sikap buruh Jawa Timur menolak sejumlah poin yang diwacanakan dalam revisi UU Ketenagakerjaan seperti penghapusan pesangon pekerja/buruh, penghilangan batasan jabatan tertentu untuk pekerja asing, kontrak kerja (PKWT) dan alih daya dapat dilakukan disemua jenis pekerjaan.

"Termasuk di dalamnya penolakan Permenaker 228 tentang penyerahan jenis pekerjaan untuk tenaga kerja asing," tambahnya.

Selain wacana penolakan, perwakilan buruh Jawa Timur turut membahas permasalahan disparitas upah yang terjadi di Jawa Timur. Ia menyebut, saat ini selisih upah antara UMK tertinggi Kota Surabaya dan UMK terendah Kab. Magetan sebesar Rp. 2.107.784,96. 

BACA JUGA: Lulusan SMK Rentan Jadi Korban Sistem Pemagangan dari Perusahaan

Menurutnya, selisih upah ini akan menciptakan kesenjangan ekonomi dan kesenjangan kesejahteraan sosial masyarakat Jawa Timur. Untuk itu pihaknya mendesak perlu adanya peningkatan kualitas komponen hidup layak (KHL) dalam melakukan survei pasar sebagai dasar penetapan UMK tahun 2020.

"Termasuk membahas soal upah minimum sektoral sebagai dasar penetapan upah di tahun 2020," tambah Jazuli.

Untuk itu, ia berharap agar sejumlah target dan tuntutan yang disampaikan secara langsung ke dua kementerian di Jakarta mampu berdampak baik untuk kehidupan buruh dan pekerja di Jawa Timur. "Targetnya tentu sama, sesuai dengan tuntutan sewaktu aksi kemarin," tutupnya.