Rabu, 22 October 2025 06:00 UTC
Para gay yang digerebek aparat Polrestabes Surabaya di salah satu hotel saat dihadirkan dalam konferensi pers, Rabu, 22 Oktober 2025. Foto: Januar
JATIMNET.COM, Surabaya – Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya memastikan pesta seks sesama lelaki atau gay yang digerebek di sebuah hotel di Jalan Ngagel, Kecamatan Wonokromo, Surabaya, tidak bermotif ekonomi. Kegiatan tersebut murni dilakukan karena faktor sensasi dan kesenangan semata.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Edy Herwiyanto menjelaskan bahwa penanganan terhadap kasus ini tidak hanya berhenti pada proses hukum, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan psikologis para pelaku.
Menurutnya, fenomena seperti ini merupakan tanggung jawab bersama antara aparat penegak hukum dan masyarakat.
“Kita tidak hanya melakukan pengumuman atau penindakan, tetapi juga menanggapi fenomena sosial yang terjadi sekarang. Ini tanggung jawab kita semua, seluruh masyarakat. Aparat tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan masyarakat,” kata Edy didalam konferensi pers di Mapolrestabes Surabaya, Rabu, 22 Oktober 2025.
BACA: Pesta Seks Sesama Jenis di Surabaya Digerebek Polisi
Edy menegaskan permasalahan terkait perilaku LGBT bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan dengan penegakan hukum. Diperlukan keterlibatan berbagai pihak, termasuk tenaga medis dan psikiater, untuk membantu para pelaku kembali menjalani kehidupan sebagaimana mestinya.
“Kalau boleh dikatakan, ini termasuk kelainan. Mereka perlu kita bantu agar bisa kembali ke kehidupan yang normal. Kami juga telah berkoordinasi dengan psikiater untuk memberikan pendampingan,” ujarnya.
Menurut Edy, dari hasil pemeriksaan dan diskusi dengan para pelaku, polisi menemukan bahwa kegiatan tersebut bukan bagian dari organisasi terstruktur atau upaya mencari keuntungan.
“Tidak ada pendanaan. Berdasarkan pemeriksaan sementara, kegiatan ini dilakukan semata karena keinginan mencari sensasi dan kesenangan bersama,” katanya.
BACA: Pesta Seks Gay Terbongkar, 34 Peserta Dijerat UU Pornografi
Dari hasil penyelidikan, kegiatan serupa diketahui telah beberapa kali dilakukan oleh kelompok yang sama. Namun, baru kali ini pihak kepolisian berhasil mengamankan para pelaku dan memprosesnya secara hukum.
“Ya, kegiatan seperti ini sudah pernah dilakukan beberapa kali. Baru kali ini berhasil kami ungkap,” ujar Edy.
Dalam penggerebekan yang dilakukan, para pelaku diketahui menyewa dua kamar hotel yang saling berhadapan. Sebagian pelaku melakukan hubungan seksual di satu kamar, sementara peserta lain menyaksikan dari kamar sebelah.
“Dalam istilah mereka, ada yang disebut ‘top’ dan ‘bottom’. Misalnya dari 15 orang yang hadir, sebagian berperan sebagai top dan sisanya sebagai bottom,” katanya.
Selain pemeriksaan hukum, seluruh pelaku juga menjalani pemeriksaan kesehatan, termasuk tes penyakit menular.
Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan penyebaran penyakit sekaligus membantu proses pemulihan mereka.
“Saat ini mereka sedang menjalani pemeriksaan kesehatan. Jika ditemukan adanya penyakit menular, tentu menjadi tanggung jawab bersama untuk membantu proses penyembuhan mereka. Kami tidak hanya ingin memberikan hukuman, tapi juga membantu agar mereka sadar dan kembali ke kehidupan normal,” ujar Edy.
BACA: Gay Dijerat ITE, Cukupkah Ditindak secara Hukum?
Para pelaku diketahui berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur maupun luar provinsi. Latar belakang pekerjaan mereka beragam, mulai dari wiraswasta, pegawai swasta, mahasiswa, hingga ada yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Ada yang dari luar Surabaya, ada juga dari luar Jawa Timur. Status pekerjaannya macam-macam, termasuk satu orang ASN,” katanya.
Dari hasil pemeriksaan sementara, polisi juga menemukan indikasi bahwa sebagian pelaku tergabung dalam komunitas tertentu yang beberapa kali mengadakan kegiatan serupa.
“Memang ada indikasi sebagian dari mereka aktif dalam komunitas tertentu yang pernah melakukan kegiatan sejenis, namun baru kali ini kami berhasil mengamankan mereka,” ujar Edy.
Polrestabes Surabaya menegaskan akan menindaklanjuti kasus ini secara profesional dan berimbang, dengan tetap mengedepankan aspek kemanusiaan dan upaya rehabilitasi bagi para pelaku.