Logo

Pameran "Merdeka Bermusik", Musik Penggerak Budaya dan Sejarah

Digelar 11 Maret-26 April 2020 di House of Sampoerna, Surabaya
Reporter:,Editor:

Kamis, 12 March 2020 13:05 UTC

Pameran "Merdeka Bermusik", Musik Penggerak Budaya dan Sejarah

PAMERAN MUSIK. Pameran "Merdeka Bermusik" di House of Sampoerna, Surabaya, 11 Maret- 26 April 2020. Foto: Restu Cahya

JATIMNET.COM, Surabaya - Memperingati Hari Musik Nasional, House of Sampoerna (HoS) bekerjasama dengan Museum Musik Indonesia, Museum WR. Soepratman, Museum Teknoform, Komunitas Begandring Soerabaia, dan Komunitas Kaset Lama dan Kolektor menyelenggarakan pameran museum "Merdeka Bermusik" mulai 11 Maret hingga 26 April 2020 di The Residence HoS. Lebih dari 250 koleksi ditampilkan untuk menunjukkan perjuangan musisi dalam bermusik di era 1945-1998.

Manager House of Sampoerna, Rani Anggraini, mengatakan pameran ini diharapkan dapat mendorong musisi muda untuk terus berkarya. Selain itu, dengan adanya peringatan Hari Musik Nasional yang diperingati setiap tahun diharapkan mampu memberikan semangat bagi masyarakat untuk turut serta berjuang menjadikan musik sebagai penggerak kebudayaan Indonesia.

“Menjalankan fungsi museum, acara ini adalah bentuk partisipasi kami dalam mengkomunikasikan sejarah bangsa, selain turut mendorong museum sebagai salah satu destinasi wisata kota”, kata Rani, Kamis, 12 Maret 2020.

BACA JUGA: Mengenal Seni Rupa Murni dari Pameran Keramik "Tanah Air Beta"

Menurut Rani, musik mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Pasalnya, tidak sekadar sarana hiburan, musik juga merupakan gambaran kondisi masyarakat, media untuk berekspresi, menyuarakan pendapat, maupun pendorong semangat.

"Seperti yang tercatat dalam sejarah, dimana muncul para seniman yang ikut mengawal jalannya perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia melalui lagu-lagunya yang bernuansa heroik dan patriotik," katanya.

Rani menjelaskan, pada kurun 1950-an, musik Indonesia tidak luput dari pengaruh barat. Budaya asing yang deras merambah ruang dengar masyarakat tersaji melalui siaran radio-radio luar negeri termasuk lagu soundtrack film-film barat yang diimpor ke Indonesia.

"Fenomena ini kemudian dipandang sebagai ancaman bagi budaya bangsa," ujarnya.

Oleh karenanya, pemerintah berupaya membendung musik yang kebarat-baratan ini dengan menyodorkan alternatif lain. Salah satunya yaitu mengangkat budaya lokal seperti Irama Lenso dan mencari seniman lokal berbakat yang dapat mengangkat kepribadian Indonesia melalui ajang kompetisi Bintang Radio.

BACA JUGA: Melihat Pinisi dalam Pameran Tunggal Ariel Ramadhan Pelukis Berkebutuhan Khusus

Menurutnya, realita kehidupan sehari-hari juga seringkali jadi inspirasi musik. Bahkan, pada era 1980-an, para musisi mengangkatnya dengan aransemen musik bernuansa melankolis. Beberapa musisi yang populer mendendangkannya adalah Betharia Sonata dan Nia Daniaty.

"Keduanya mampu membuktikan bahwa musik melankolis ini digemari masyarakat dengan banyaknya penjualan album kaset mereka, meskipun pemerintah pada saat itu melihat perkembangan musik ini dapat berpotensi melumpuhkan semangat hidup dan bekerja," ujarnya.

Rani menambahkan perkembangan politik bangsa juga dapat menginspirasi musisi untuk menyelipkan gagasan maupun kritikan ke dalam barisan lirik secara lugas, menggelitik, maupun penuh metafora.

"Melalui musik, musisi juga mengajak masyarakat untuk peduli terhadap alam dan lingkungan serta usaha melestarikan budaya daerah," katanya.