Rabu, 25 July 2018 17:13 UTC
Gubernur Jatim Soekarwo memberikan paparan dalam Rakernas APEKSI 2018, di Tarakan Kalimantan Utara.
JATIMNET.COM – Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengajak kepala daerah untuk melakukan substiusi dan mengurangi bahan baku impor. Hal ini untuk menyeimbangkan neraca perdagangan sekaligus menghadapi tantangan globalisasi.
Hal itu disampaikan Soekarwo saat menjadi pembicara dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) XIII tahun 2018 di Kota Tarakan, Selasa, 25 Juli 2018.
Pakde Karwo menjelaskan, terdapat permasalahan serius di tingkat nasional, yaitu 80 persen bahan baku industri merupakan hasil impor dari luar negeri. Dampaknya, penyerapan produk lokal menjadi rendah.
Oleh sebab itu, perlu ada kerjasama antar daerah di Indonesia dalam rangka mengurangi impor bahan baku dari luar negeri. Pemprov Jatim melakukan berbagai upaya dalam rangka mengurangi impor bahan baku.
Salah satunya, mencari potensi bahan baku di dalam negeri untuk dapat menjadi bahan substitusi pengganti. Bahan baku lokal yang dapat disubstitusi karena tersedia, misalnya singkong, tembakau virginia, jagung, susu, dan biji kakao.
“Apeksi harus bisa melihat dengan jeli potensi bahan baku di dalam negeri untuk dapat menjadi bahan substitusi. Apabila tersedia bahan baku dari dalam negeri, maka tidak perlu dilakukan impor,” tutur pria yang akrab disapa Pakde itu.
Selain itu, Pemprov Jatim juga melakukan langkah penguatan perdagangan antar daerah dengan membuka 26 Kantor Perwakilan Dagang (KPD). Dampaknya cukup besar, neraca perdagangan dalam negeri selama lima tahun terakhir meningkat 133,55 persen.
Capaian tersebut membuat Jatim menguasa pasar domestik sebesar 20,7 persen. Pada Tahun 2016 neraca perdagangan Jatim surplus Rp 100,5 triliun, atau meningkat menjadi surplus Rp 164,49 triliun.
“Di provinsi yang kami ajak kerjasama melalui KPD-nya, mengalami peningkatan kesejahteraan masyarakat di proses produksi dan pasar. Hal tersebut berlangsung sangat cepat karena dampak positif adanya KPD,” tuturnya.
Kerjasama antar daerah, lanjut Pakde Karwo, juga harus didukung dengan informasi teknologi. Saat ini, Jatim memiliki Jatim Smart Economy. Berbagai kebutuhan dan ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan bisa dimasukkan di dalam database ini.
Di dalamnya, masyarakat bisa mengetahui berapa besar laporan investasi secara realtime, prediksi inflasi, prognosa produksi, ketersediaan bahan baku dan pengembangan UMKM. “E-raw material bisa dimasukkan didalamnya,” ujarnya sambil menambahkan juga adanya smart factory yang berisi database perusahaan di kota yang bekerjasama dengan Jatim.
Pakde Karwo mencontohkan Jatim membutuhkan tepung singkong kurang lebih 1 juta ton untuk memasok produksi Chil Jedang di Jombang. Bahan baku tersebut juga bisa dikerjasamakan dengan daerah lain.
”Kerjasama Jatim dengan Kalimantan Utara adalah mengirimkan transmigran yang dibiayai APBD. Mereka tersebar di Bulungan untuk mengajarkan menanam jagung,” ungkapnya.