Logo

Mengenal Ritual Hodo, Upacara Memanggil Hujan Warga Situbondo

Reporter:,Editor:

Sabtu, 23 November 2019 03:37 UTC

Mengenal Ritual Hodo, Upacara Memanggil Hujan Warga Situbondo

HODO: Ritual hodo masyarakat Dusun Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Situbondo. Foto: Hozaini

JATIMNET.COM, Situbondo – Masyarakat Dusun Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Situbondo, memiliki kegiatan ritual unik di musim kemarau. Mereka menggelar ritual hodo untuk meminta hujan. Keunikan lainnya, ritual ini sudah berlangsung dua abad lebih dan masih terus dilestarikan secara turun temurun oleh warga setempat.

Konon, ritual hodo merupakan perpaduan antara nilai-nilai ajaran agama, kebudayaan masyarakat Madura dan Jawa. Mengingat ritual hodo merupakan salah satu budaya tertua di Situbondo, pemkab mengangkatnya dalam bentuk kegiatan Festival Pariopo, Jumat 22 November 2019, tadi malam.

“Ritul hodo ini sudah ada sejak tahun 1.800 dan hingga kini masih dilestarikan. Sebagai bentuk apresiasi, pemkab memfasilitasi dalam bentuk festival agar generasi muda ikut melestarikannya,” kata Sekretaris Daerah Situbondo, Syaifullah.

BACA JUGA: Menyaksikan Pemuda Bali Mainkan Gebug Ende untuk Minta Hujan

Bagi masyarakat Dusun Pariopo, upacara hodo merupakan kegiatan sakral untuk memanggil hujan. Istilah kata hodo berasal dari bahasa Madura Do hodo yang artinya di atas langit masih ada langit. 

Rangkaian upacara hodo meliputi persembahan sesaji di beberapa tempat disertai pembacaan doa dipimpin tokoh adat setempat. Setelah itu dilanjutkan dengan kidung disertai alat musik sederhana, terdiri dari gong, dua bonang, seruling, kecrek, dan kendang. 

Ritual hodo biasanya dilakukan antara bulan November dan Oktober. Ritual hodo hanya dilaksanakan di sejumlah tempat yang dikeramatkan, seperti di Gunung Masali dan sombher mata aing (sumber mata air).  Setelah itu baru digelar selamatan di Gunung Bhata, Cangkreng dan Tapak Dangdang.

BACA JUGA: Warga Gresik Salat Istisqa di Tengah Bengawan Solo yang Mengering

“Setelah masyarakat mengadakan ritual, baru kami mengadakan festival,” ujar Sekda Syaifullah.

Menurut Syaifullah, pemkab melalui dinas pariwisata menfasilitasi kegiatan festival hodo agar jadi tontonan. Bukan tidak mungkin, festival ini akan menjadi kegiaatan kebudayaan berskala internasional.

“Saya berharap festival hodo juga dipertontonkan di panggung seni terbuka Dewan Kesenian Daerah setiap malam minggu di alun-alun kota,” katanya.

BACA JUGA: Kekeringan, Puluhan Pelajar Mojokerto Salat Istisqa

Pernyataan senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi II DPRD Situbondo, Hadi Prianto.  Menurut Hadi, festival hodo sangat luar biasa. Ke depan harus dikemas lebih baik lagi menjadi festival berskala nasional maupun internasional.

“Kami di DPRD dan Pemkab Situbondo sudah sepakat memfasilitasi kegiatan ini agar adat dan istiadat tersebut menjadi icon budaya dan pariwisata,” pungkasnya.