Senin, 03 December 2018 09:01 UTC
Plt Kepala BPIP Hariyono (tengah). Foto: Baehaqi Almutoif.
JATIMNET.COM, Surabaya – Plt Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono mengungkapkan bahwa hasil tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2018 cukup mengejutkan.
Berdasarkan temuan BPIP sekitar 80 persen peserta tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK). Namun mengacu pada laman resmi Badan Kepegawaian Nasional, jumlah pelamar tes CPNS mencapai 3 juta.
Sesuai Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Sipil dan Negara nomor 37 tahun 2018 peserta tes CPNS harus memperoleh nilai ambang batas 75. Sebenarnya nilai TWK ini tergolong lebih rendah jika dibandingkan dengan dua tes lainnya, yakni Tes Integelensia Umum (TIU) yang harus memenuhi minimal 80 dan Tes Karakteristik Pribadi (TKP) 143
“Yang pertama kita harus akui sejak reformasi, wawasan kebangsaan bukan arus utama dalam pembelajaran. Akibatnya banyak pelajar dan mahasiswa itu yang tidak begitu peduli,” ujar Hariyono saat ditemui usai seminar Pancasila di Hotel Shangri La, Senin 3 Desember 2018.
Diakui Hariyono, lupanya pemahaan wawasan kebangsaan pada anak muda sebetulnya suatu hal yang biasa akhir-akhir ini. Sebab, selama ini wawasan kebangsaan tidak disampaikan dengan penuh makna, dan yang ada justru hafalan. Hal ini yang menyebabkan banyak yang hilang dari ingatan, dan baru ketahuan saat diujikan.
"Kami akui selama ini distorsi kelahiran Pancasila sampai Pancasila menjadi dasar negara sebagai pandangan hidup, masih sering menimbulkan multi tafsir. Ini juga yang sedang ingin kami lakukan, karena justru di era reformasi memori kolektif tentang Pancasila cenderung hilang," urainya.
Dalam mereduksi distorsi pemahaman Pancasila, BPIP menggandeng sejumlah pihak, diantaranya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. “Kami masih belajar bagaimana metodelogi pembelajaran bisa baik,” ungkapnya.
Bagi Hariyono pelajaran Pancasila dan wawasan kebangsaan disampaikan harus menyenangkan. Pendidik tidak bisa menyampaiannya dengan cara verbal dan hafalan. Perlu ada pemahaman serta pendalaman materi.
“Kalau hanya verbal, akibatnya pelajar dan mahasiswa bosan. Suatu yang bosan tidak pernah menjadi bermakna. Dari situ, maka yang akan kita kaji bersama bagaimana metodologi pembelajaran Pancasila yang menyenangkan," tandasnya.