Selasa, 18 November 2025 11:00 UTC

Anggota DPRD Jatim Sumardi. Foto: Khaesar
JATIMNET.COM, Surabaya - Anggota Komisi A DPRD Jawa Timur Sumardi mengingatkan agar para pemangku kepentingan di daerah mewaspadai aktivitas mencurigakan di media sosial.
Peringatan itu menyusul meningkatnya potensi penyalahgunaan ruang digital oleh jaringan terorisme untuk merekrut remaja dan pelajar.
"Ini menjadi sinyal bahaya yang harus diantisipasi bersama. Kami meminta seluruh stakeholder untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap aktivitas di media sosial," ujar Sumardi saat diwawancarai, Selasa, 18 November 2025.
Ia lantas menyinggung insiden ledakan yang melibatkan seorang siswa SMAN 72 Jakarta beberapa waktu lalu. Menurutnya, peristiwa itu menjadi indikator gerakan kelompok ekstremis yang semakin agresif menyasar kalangan anak muda.
Padahal, kata dia, media sosial sejatinya digunakan untuk pendidikan, perdagangan, dan berbagai aktivitas positif lainnya.
“Namun faktanya, teroris kini memanfaatkan media sosial untuk merekrut remaja atau pelajar menjadi bagian dari jaringan mereka. Penegak hukum harus terus memantau dan mengantisipasi agar aksi seperti ini tidak terjadi, terutama di Jawa Timur,” ujar legislator dari Partai Golkar itu.
BACA: Densus 88 Antiteror Sasar Ibu Rumah Tangga dalam Pencegahan Paham Radikal
Dalam kasus ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta, pelaku pengeboman yang merupakan pelajar membuat bom dari media sosial seperti YouTube. "Ini yang harus diwaspadai agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," tuturnya.
Sementara itu, Densus 88 Antiteror Polri menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang ikut memberi perhatian terhadap isu rekrutmen anak oleh jaringan terorisme berbasis daring.
Dalam keterangan resminya, Densus 88 menegaskan bahwa seluruh proses penindakan terhadap pelaku perekrutan anak dilakukan secara profesional, terukur, dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Berdasarkan penanganan beberapa tahun terakhir, Densus 88 menemukan bahwa kelompok teror semakin sering memanfaatkan ruang digital.
Hal ini termasuk media sosial, permainan daring, dan aplikasi komunikasi tertutu untuk memengaruhi serta merekrut anak-anak yang berada dalam kondisi rentan.
Polri memastikan bahwa dalam setiap proses penegakan hukum, perlindungan terhadap anak selalu diutamakan. Selain langkah represif, Densus 88 memperkuat pendekatan pencegahan sebagai garis pertahanan pertama.
BACA: Unej Melakukan Pemetaan Terhadap Paham Radikalisme di Kampus Tegalboto
Upaya ini dilakukan melalui asesmen kerentanan pada individu dan keluarga yang terpapar, termasuk pemetaan faktor risiko psikologis, sosial, dan lingkungan yang membuat anak mudah dieksploitasi.
Di tingkat lapangan, Densus 88 bersama unit terkait melaksanakan intervensi dini jika ditemukan indikasi keterpaparan atau komunikasi mencurigakan di platform digital.
Intervensi dilakukan secara hati-hati melalui pendekatan multidisipliner yang melibatkan psikolog klinis, penyuluh agama, pekerja sosial, dan praktisi deradikalisasi untuk memastikan pendampingan aman, tepat, dan tidak menstigmatisasi anak.
Secara kelembagaan, Densus 88 terus meningkatkan koordinasi lintas kementerian/lembaga seperti Kementerian Sosial, Kementerian PPPA, Kemendikbudristek, BNPT, hingga pemerintah daerah.
Koordinasi tersebut mencakup penguatan SOP (standar operasional prosedur) perlindungan anak terpadu, rujukan layanan psikososial, hingga pemantauan lanjutan pasca-intervensi untuk mencegah keterulangan.
BACA: Cegah Radikalisme, Wali Kota Surabaya Ingin Organisasi Pemuda Lintas Agama Dibentuk
Dalam konteks pencegahan berbasis komunitas, Densus 88 menekankan pentingnya peran keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Orang tua diminta lebih memahami pola komunikasi anak di dunia digital. Sementara, pihak sekolah didorong lebih proaktif mengidentifikasi perubahan perilaku yang mengkhawatirkan.
Komunitas digital dan masyarakat juga diimbau segera melaporkan temuan mencurigakan melalui kanal resmi Polri.
Dengan kombinasi penegakan hukum, intervensi dini, pendampingan psikososial, serta keterlibatan masyarakat, Densus 88 menegaskan komitmennya memastikan setiap anak yang terpapar tetap mendapat perlindungan maksimal dan kesempatan pemulihan secara menyeluruh.
