Logo

Korupsi, Mantan Dirut PT DPS Dituntut 12 Tahun Penjara

Reporter:,Editor:

Jumat, 27 September 2019 02:45 UTC

Korupsi, Mantan Dirut PT DPS Dituntut 12 Tahun Penjara

12 TAHUN. Jaksa Penuntut Umum Kejati Jatim menuntut mantan Direktur PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) Riry Syaried Jetta 12 tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis 26 September2019. Foto: Ist

JATIMNET.COM, Surabaya – Mantan Direktur PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) Riry Syaried Jetta dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Jatim dalam sidang di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

Jaksa menilai Riry melakukan tindak pidana korupsi pembelian kapal floating crane yang dibeli PT DPS dari Rusia dan melanggar pasal 2 dan 3 UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahub 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

BACA JUGA: Kejari Jatim Memeriksa Keterangan Ahli dari Tersangka Korupsi PT DPS

JPU juga menilai ada hal yang memberatkan jika terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi serta tidak mengakui perbuatannya. Sementara hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya.

"Terdakwa atas nama Riry Syaried Jetta dituntut 12 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan," ucap JPU Arif Usman, Kamis 26 September 2019.

Selain itu, jaksa mengenakan uang pengganti sebesar Rp 63 miliar. Jika tidak dapat mengembalikan uang pengganti, terpidana akan dikenakan hukuman penjara selama enam tahun.

BACA JUGA: Sales Representative A&C Trading Network Ditahan Kejati

Usai sidang, pengacara Riry, Samuel Benyamin enggan berkomentar terkait tuntutan yang diajukan JPU. "Nanti saat pledoi saja ya saya sampaikan pembelaan," ucapnya singkat.

Kasus ini terjadi pada 2015, PT DPS mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 200 miliar.

Dari jumlah itu, Rp100 miliar di antaranya digunakan untuk membeli kapal floating crane. Dalam pengadaan kapal ini, PT A&C Trading Network membeli kapal seharga Rp 63 miliar meski alokasi anggaran sebesar Rp 100 miliar.

Kapal floating crane yang dibeli berasal dari Rusia. Sayangnya, kapal tersebut bukan kapal baru. Melainkan kapal bekas buatan tahun 1973.

Ketika kapal itu dibawa ke Indonesia ternyata tenggelam di laut Cina. Dengan begitu, negara tidak mendapat kemanfaatan dari pembelian kapal tersebut.