Logo

Konflik dengan TNI, Akademisi Minta Pemerintah Kembalikan Tanah ke Masyarakat

Reporter:,Editor:

Rabu, 14 August 2019 06:38 UTC

Konflik dengan TNI, Akademisi Minta Pemerintah Kembalikan Tanah ke Masyarakat

KONFLIK. Ketua Pusat Studi Hukum dan HAM Unair, Herlambang P. Wiratraman (putih) menyampaikan kajian hukum dan HAM terkait sengketa tanah di Pasuruan. Foto: Bayu Diktiarsa

JATIMNET.COM, Surabaya – Pusat Studi Hukum dan HAM Fakultas Hukum Universitas Airlangga meminta presiden, selaku pemerintah pusat, bertanggung jawab atas sengketa tanah antara warga sepuluh desa di Kecamatan Nguling dan Lekok Kabupaten Pasuruan dan TNI AL.

Ketua Pusat Studi Hukum dan HAM FH UNAIR, Herlambang P Wiratraman menemukan adanya cacat prosedur dalam proses penerbitan sertifikat Hak Pakai atas nama Departemen Pertahanan dan Keamanan Nasional.

"Ditemukan fakta, bahwa sertifikat hak pakai untuk proyek pemukiman TNI AL telah dialihkan sebagian besar untuk (dulunya) perkebunan, pertambangan galian C, Sirtu, dan Pusat Latihan Tempur tanpa izin tertulis Badan Pertanahan Nasional (BPN),” ungkap Herlambang pada konferensi pers penyampaian hasil kajian hukum dan HAM di Universitas Airlangga, Selasa 13 Agustus 2019.

 Ia menambahkan, upaya penyelesaian kasus tanah di Pasuruan telah diupayakan warga dan pemerintahan desa melalui BPN.

BACA JUGA: Polda Jatim Kembangkan Kasus Korupsi Mantan Ketua PSSI Kota Pasuruan

Namun upaya itu tidak mendapat tanggapan serius dan arah penyelesaiannya juga tidak jelas.

“Salah satu cacat hukum administratif sebagai dasar untuk mengajukan pembatalan hak atas tanah, adalah kesalahan prosedur dalam penerbitan Sertifikat Hak Pakai atas nama Departemen Pertahanan, keamanan nasional, dan TNI AL. Sehingga terdapat cacat prosedur dalam penerbitan sertifikat hak pakai atas tanah tersebut,” katanya.

Bahkan, ia juga menemukan masalah terkait keberadaan Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) yang menjadi dasar kawasan pertahanan, malah digunakan untuk usaha pertambangan.

“Berdasarkan berita acara peninjauan lokasi, tanah TNI AL dan PT Pasuruan Prima Cemerlang (PT PPC) untuk penentuan titik kordinat penyusunan masterplan dan penempatan buffer zone di Grati Pasuruan Jawa Timur, 25 Juli 2019, menunjukkan TNI AL yang menyatakan keinginan sebagai kawasan pertahanan justru dipergunakan untuk keperluan bisnis rencana industri,” papar Herlambang.

BACA JUGA: Wali Kota Non Aktif Pasuruan Terbukti Terima Rp2 Miliar

Untuk itu, pihaknya mendesak presiden dan pemerintah daerah untuk aktif dalam penyelesaian akar masalah pertanahan untuk menjamin kehidupan yang layak, serta memulihkan situasi konflik sepuluh desa di Pasuruan.

“Kami mendesak agar menjadikan wilayah sepuluh desa sebagai obyek tanah untuk reforma agraria dengan mengembalikan tanah ke masyarakat,” tandasnya. 

10 desa yang dimaksud adalah Alas Tlogo, Semedusari, Wates, Jatirejo, Pasinan, Balunganyar, Branang, Gedugjati, dan Tampung di Kecamatan Lekok, serta Sumber Anyar di Kecamatan Nguling.