Kamis, 26 September 2019 13:19 UTC
Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Herlambang P. Wiratraman (baju putih). Foto: Dok.
JATIMNET.COM, Surabaya – Kaukus Kebebasan Akademik Indonesia (KKAI) desak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Menteri Riset Teknologi Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) meminta maaf kepada pihak kampus dan mahasiswa di Indonesia. Hal tersebut karena tindakannya yang melarang mahasiswa untuk turun ke jalan dan memberikan sanksi rektor jika mahasiswanya tetap turun ke jalan.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Herlambang P. Wiratraman mengatakan tindakan tersebut dinilai tidak menghargai prinsip kebebasan akademik dan kehidupan berdemokrasi di Indonesia.
"Kampus, sebagai praesidium libertatis, atau benteng kebebasan. Tanpa kebebasan, sesungguhnya kampus telah mati!,” kata Herlambang dalam rilis resminya, Kamis 26 September 2019.
Herlambang mengungkapkan mahasiswa dan juga akademisi di kampus memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat. Sehingga berkumpul dan melakukan aksi merupakan bagian dari upaya mengembangkan tradisi berpikir kritis di kampus.
BACA JUGA: Mahasiswa Turun Jalan, Kampus Unjuk Pernyataan
“Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 8 dan 9,” kata dia.
Menurutnya ancaman sanksi yang dinyatakan menristekdikti terhadap rektor, bertentangan dengan prinsip-prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik (2017).
Khususnya Prinsip kesatu, kata dia, yakni kebebasan akademik adalah kebebasan yang bersifat fundamental dalam rangka mengembangkan otonomi institusi akademik. Selain itu, prinsip kelima yang memaparkan bahwa otoritas publik memiliki kewajiban untuk menghargai dan melindungi serta memastikan langkah-langkah untuk menjamin kebebasan akademik.
“Jadi langkah pemerintah Jokowi yang ingin meredam aksi mahasiswa atau kampus, merupakan bentuk tekanan politik birokrasi yang dilakukan rezim otoritarian Orde Baru Suharto,” kata Herlambang.
BACA JUGA: Unair Persilahkan Demo, Mahasiswa ITS Tegaskan Ikut Aksi
Ia juga mengungkapkan tindakan Jokowi seolah hendak membungkan kritik akademik, dan pendisiplinan birokrasi kampus yang sekadar melayani kekuasaan, penanda awal jalan otoritarianisme negara.
Oleh sebab itu, pihaknya mendorong bagi pemerintahan, seluruh jajaran rektor di perguruan tinggi, mendukung prinsip kebebasan akademik dan kehidupan demokrasi di kampus.
Perlu diketahui, sejumlah media memberitakan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir, bertemu Presiden RI, Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 26 September 2019. Pertemuan berkaitan dengan aksi unjuk rasa mahasiswa di berbagai daerah menolak revisi UU KPK dan KUHP.
Ada dua poin penting yang perlu diperhatikan, yakni pertama, Jokowi meminta Menristek mengimbau mahasiswa untuk tidak turun ke jalan; dan kedua, Menristek memastikan akan ada sanksi bagi rektor yang tak bisa meredam gerakan mahasiswanya.
BACA JUGA: Tolak Revisi UU KPK, Mahasiswa Unair Demo di DPRD Jatim
“Nanti akan kami lihat sanksinya ini. Gerakannya seperti apa dia, Kalau dia mengerahkan (mahasiswa), sanksinya keras. Sanksi keras ada dua bisa SP1, SP2,” kata Nasir (demikian kutipan sejumlah media.