Logo

Kisah Perempuan Lakardowo Mencari Soekarwo

Reporter:

Selasa, 14 August 2018 00:30 UTC

Kisah Perempuan Lakardowo Mencari Soekarwo

Sepuluh wanita Lakardowo, Jetis, Mojokerto, menggelar aksi menuntut intervensi Pemerintah Provinsi Jatim dalam masalah limbah B3, di depan Kantor Gubernur, Jalan Pahlawan, Surabaya, Kamis, 9 Agustus 2018

JATIMNET.COM, Surabaya – Sutamah harus kecewa. Dua hari menanti, tak satu pun pejabat Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang datang menemui. “Belum ada yang menemui kami,” kata perempuan 42 tahun itu pada Jatimnet.com, Jumat 10 Agustus 2018 sore.

Sepuluh perempuan asal Desa Lakardowo, Jetis, Mojokerto menggelar aksi duduk di depan kantor Gubernur Jawa Timur Jalan Pahlawan Surabaya sejak Kamis 9 Agustus 2018. Salah satunya Sutamah. Duduk di atas kursi lipat yang disusun berderet di trotoar, dengan caping di kepala untuk menahan sengatan matahari, mereka menuntut pemerintah segera menuntaskan persoalan pencemaran limbah berbahaya di desanya.

Menurut dia, bencana pencemaran lingkungan ini bermula ketika sebuah perusahaan pengolah limbah, PT.Putra Restu Ibu Abadi (PRIA), berdiri di desa pada 2010. Perusahaan itu memanfaatkan jurang desa yang diperdalam menjadi tempat menimbun sampah.

Awalnya, ia mengatakan, warga tahunya perusahaan itu adalah pabrik pembuatan batako. Belakangan, mereka mendapati ada aktivitas penimbunan limbah medis dari rumah sakit dan perusahaan se-Jawa Timur. “Kami tak pernah tahu ada produksi batako di sana,” katanya.

Sejak itu kualitas air tanah di Dusun Sambi Gempol dan Kedung Palang, Lakardowo memburuk. Air sumur jadi tak layak konsumsi. Banyak warga menderita penyakit kulit setelah mandi dengan air itu. Beberapa yang lain menderita tuberkolosis.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, kini warga terpaksa membeli air. Segalon air, berisi 19 liter, harganya Rp 4 ribu. Lantaran dianggap terlalu mahal, mereka beralih urunan membeli air dari Pacet seharga Rp 350 ribu per tangki (8000 liter).

Pada awal 2017, tim peneliti dari Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) pernah datang ke Lakardowo. Mereka mengebor tanah di lima titik sekitar perusahaan untuk mengetahui adanya pencemaran lingkungan. Hasilnya, peneliti mendapati ada kandungan logam berat pada air tanah hingga radius satu kilometer dari lokasi PT.PRIA.

Selama 13 hari penelitian itu, Sutamah menemani para peneliti. Aktivitas itu memberinya pengalaman berharga. Ia tahu, agar layak konsumsi jumlah kandungan zat padat terlarut (Total Disolve Solid) dalam air semestinya berkisar pada angka 500 miligram per liter.

Kualitas air disebut buruk jika kandungan zat padat terlarut berkisar 900-1200 miligram per liter. Sedangkan di atas 1200 miligram per liter, air sama sekali tak layak dikonsumsi. “Benar saja air di dua dusun kami tak bisa diminum sama sekali karena TDS-nya melebihi dua ribu miligram per liter,” katanya.

Bekas pekerja PT.PRIA Heru Siswoyo (31 tahun) mencurigai perusahaan melakukan pengolahan limbah berbahaya secara ilegal selama 14 tahun. Musababnya, aktivitas penimbunan berlangsung sejak perusahaan berdiri pada 2010. Dan, izin pengolahan limbah baru terbit pada 2014.

Proses penimbunan pun, ia mengatakan, tak berlangsung sesuai prosedur. Semestinya, perusahaan harus melapisi tanah dengan geomembrane. Sehingga cairan limbah radioaktif serta sampah beracun dan berbahaya lain tak meresap mencemari air tanah.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pernah melakukan audit lingkungan untuk kasus dugaan pencermaran lingkungan di Lakardowo. Sayangnya, hasil audit yang berlangsung sejak 2017 itu tak pernah dipublikasikan pada warga.

Sutamah mengatakan warga pun berkali-kali mendatangi kantor gubernur untuk mendesak pemerintah membuka hasil audit. Dua tahun bolak-balik Mojokerto-Surabaya, tak sekali pun Gubernur Soekarwo menemui warga di kantornya.

Bahkan setelah menggelar aksi duduk selama dua hari pada pekan kemarin. Soekarwo yang pada Jumat pagi dikabarkan menghadiri acara di gedung Grahadi Surabaya kembali mengabaikan kedatangan warga di kantornya.

Dinkes Jatim Sebut Tak Ada Pencemaran

Berbeda dengan penelitian ITS Surabaya, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur Kohar Hari Santoso mengatakan tak pencemaran lingkungan di Lakardowo. Kesimpulan itu didapat berdasar hasil penelitian Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Kementerian Kesehatan pada 2017.

“Tapi kalau memang diperlukan kami akan lakukan evaluasi ulang,” katanya saat dihubungi Jatimnet.com, Jumat 10 Agustus 2018.

Hingga berita ini diturunkan, Jatimnet.com belum dapat keterangan dari PT.PRIA. Senin 13 Agustus 2018, Jatimnet.com menelpon kantor PT.PRIA di Mojokerto untuk meminta tanggapan atas dugaan penimbunan limbah beracun dan berbahaya yang mencemari air di Lakardowo. Seorang perempuan di ujung telepon meminta Jatimnet.com mengajukan permohonan wawancara.