Reporter
Dyah Ayu PitalokaSabtu, 24 November 2018 - 08:17
PRESIDEN Joko Widodo secara resmi menghapus tarif masuk kendaraan bermotor yang melintas jembatan Suramadu, Sabtu 27 Oktober 2018 lalu. Menurut presiden, pembebasan tarif untuk memacu pertumbuhan ekonomi Madura yang selama ini tertinggal dari daerah lain di Jawa Timur.
Pasca pembebasan tarif, penanggung jawab pengelolaan dan pemeliharaan jembatan terpanjang di Indonesia (5,4 kilometer) itu pun beralih. Dari semula PT Jasa Marga ke Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) VIII yang bernaung di bawah Kementerian PUPR.
Di depan wartawan pada 6 November 2018, Kepala BBPJN VIII I Ketut Dharmawahana mengatakan pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp 50 miliar. Tapi jumlah itu masih sementara sifatnya.
Berapa dana yang dibutuhkan untuk perawatan Suramadu? Apa strategi perawatan yang akan dilakukan? Hingga apa tantangan terberat merawat Suramadu?
Senin 19 November 2018 awal pekan ini, dua reporter Jatimnet.com; Rochman Arief dan Dyah Ayu Pitaloka, menemui Dharmawahana di kantornya, di Waru Sidoarjo. “Mendadak semua,” katanya bercerita tentang proses penyerahan tanggung jawab pengelolaan Suramadu yang diterima lembaganya.
Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2018 tentang perubahan status Suramadu dari jalan tol menjadi jalan umum, baru diterima pada 26 Oktober 2018, atau sehari menjelang Presiden Jokowi meresmikan pembebasan tarif jembatan.
Berikut petikannya.
Kepala Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional Wilayah VIII I Ketut Dharmawahana. Foto: Dyah Ayu Pitaloka.
Bagaimana Anda mengetahui perubahan status jembatan Suramadu?
Kami menerima kabar resmi melalui Perpres (nomor 98 tahun 2018) yang dikirim lewat email. Itu tepat sehari sebelum Jokowi ke sana (Suramadu).
Apa tak ada sosialisasi sebelumnya?
Nggak ada, mendadak semua. Tapi seluruh Indonesia tahu benar itu akan dibebaskan (biaya). Dengar-dengar saja (tapi) kapan ya, kapan ya? Gitu saja.
Desas-desus itu mulai kapan?
19 September ada WA (whatsapp) dari teman saya. Saya tahunya dari situ. “Pak, sudah dengar berita jembatan Suramadu akan ditetapkan sebagai jalan nasional non tol?” Wah belum dengar Mas, saya jawab gitu. Setelah itu saya dengar ada proses rapat. Saya dengar-dengar tapi kami nggak ikut urusan. Apa pertimbangannya apa yang dibahas, bukan kelas kami.
Saat ini ada dana Rp 50 miliar untuk pengelolaan, keluarnya bareng Perpres?
Oh belum, belum apa-apa itu. Setelah pembebasan (tarif) itu kami disuruh ngitung. Kami koordinasi di Jakarta. Tanya Jasa Marga gimana. Berapa (anggaran) yang keluar kemarin. (Mereka) masih nyari-nyari. Tanya yang lain (juga) masih nyari-nyari. Sementara untuk proses penganggaran harus segera diketok kan? Sudah (menurut) Direktorat (Direktorat Jembatan Dirjen Bina Marga) pasang 50 (miliar) saja dulu. Plus minusnya nanti belakangan.
Itu yang diusulkan di ABPN?
Itu bukan usulan siapa-siapa, pasang saja dulu. Belum dihitung (kebutuhan pastinya). (Tapi) dananya sudah masuk dari APBN. Koordinasi saja, sudah kami sepakat Rp 50 miliar. Kalau usulan kan pasti angkanya, fiks. Ya bisa 5 persen atau 10 persen (dari kebutuhan total). Ini enggak. Yang jelas Rp 50 miliar ini dari (APBN) 2019 sampai anggaran baru diketok aman. Jika bulan keempat sudah dapat hitungan fiks maka akan diajukan lagi.
Sebenarnya berapa anggaran pengelolaan Suramadu sebelum pembebasan tarif?
Anggaplah ada enam (lembaga pengelola Jembatan Suramadu). Kami ini hanya satu di antaranya. Kewajiban kami (mengurus) bagian bawah (jembatan). Tiang-tiang kami pasangi katode di bawah. Kalau ada yang rusak kami ganti. Kalau ada pilar rusak kami rawat. Struktur (jembatan) ada kekuatannya. Kami monitor dari sistem. Misalnya yang diizinkan 70 (ton), yang terjadi 100 (ton). (Butuh) Rp 10-15 miliar untuk yang di bangunan bawah Suramadu dan alat sensornya. Itu hanya memelihara bangunan bawah.
Lah, bagian atas jembatan siapa yang ngurus?
Bangunan atas oleh Jasa Marga. Listrik oleh BPWS (Badan Pengembangan Wilayah Suramadu). Itu pun masih dibagi dua, ada bagian Surabaya dan ada bagian Madura. Lantamal (Pangkalan Utama Angkatan Laut V Surabaya) itu juga punya fungsi kontrol pengawasan bagian bawah. Kan masuk objek vital milik negara. Ini (Departemen) Perhubungan belum masuk. Dulu hanya awal-awalnya saja ada.
Berarti ada banyak penanggungjawab di Suramadu?
Itu yang jadi masalah kemarin. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) bingung, Pak menteri pun bingung. Tapi semua legal. Ada hitam di atas putih. Ibarat manusia, kepala dibayar siapa, badan siapa, kaki siapa, dan tangan siapa. Nah, yang lain itu juga susah menghitung (anggarannya) sehingga total (kebutuhan anggaran sekarang) itu berapa belum ada. Dari pada kelamaan menunggu dan (APBN) itu keburu diketok, pasang saja Rp 50 miliar. Jadi bukan usulan dari kami.
Jadi ada berapa lembaga yang ngurus Suramadu sebelum pembebasan tarif?
Utamanya ada tiga. BPWS listriknya, Jasa Marga bertanggung jawab di bagian atas, dan kami yang ngurus bagian bawah. Juga ada Lantamal dan polisi untuk keamanan dan pengawasan.
Kira-kira cukup itu Rp 50 miliar?
Tergantung kebijakan. Contohnya Jakarta minta cek ulang semua, bisa (membengkak) dua-tiga kali lipat. Contoh lain lampunya. Saya dengar kemarin yang Surabaya mau diserahkan ke kotamadya. Mereka minta (jarak) tiang lampu dari 13 meter dijadikan 9 meter biar tambah terang. Kalau kami penuhi lain biayanya. Nah ini yang belum ketemu. Butuh duduk-duduk.
Kapan duduk bersama?
Sudah. Tanggal 15 (November) kemarin. Pokoknya Desember ini harus putus. Sehingga muncul dana. Usulan Pemkot juga belum disetujui, kan baru kemarin. Nanti laporan ke Direktorat, koordinasi dengan pusat, permintaan ini disetujui atau gimana.
Apa yang terjadi setelah Suramadu digratiskan?
Kemarin baru saya rapat, tanggal 15 (November). Kesepakatannya antara lain pertama, pengamanan jembatan di masa transisi (sampai 31 Desember 2018) masih jadi tanggung jawab Jasa Marga. Pengamanan bangunan bawah masih jadi tanggung jawab Lantamal V. Terkait keamanan pengguna jembatan, kami punya tugas berkoordinasi dengan kepolisian.
Soal serah terima aset jembatan?
Soal itu akan dikoordinir oleh BMN (barang milik negara) Setditjen Bina Marga bersama Jasa Marga dan BPWS. Setelah itu akan dilakukan pemeriksaan, bla…bla..bla… hingga pada akhirnya jadi BAP serah terima barang milik negara. (Prosesnya) ini sedang berjalan. Akan dibentuk tim khusus oleh Dirjen Bina Marga. Anggotanya Setditjen (Bina Marga), Jasa Marga, BPWS. Mestinya akhir Desember selesai.
Jembatan Suramadu. Foto: IST.
Jadi BBPJN VIII belum bisa melakukan pemeliharaan?
Ini belum ada serah terima. Kan kami nggak boleh memelihara barang yang belum diserahterimakan.
Lalu apa yang dilakukan sekarang untuk perawatan Suramadu?
Direktorat Jembatan sama kami akan mengadakan survei. Mana yang perlu dipelihara seperti baut dan segala macam. Merawat apa pun, jalan dan jembatan, datang dari hasil survei dulu.
Saat ini kami juga sedang sedang menyusun (rencana perawatan). Listrik, perkerasan (jalan), baut. Setelah 2019 total kami semua (yang ngurus).
Jadi selama masa transisi nggak ada anggaran tambahan?
Tidak ada. Kami hanya memainkan yang sudah ada. Karena pemeliharan kami kan baut sama aspal. BPWS sampai Desember 2018 masih membayar listrik yang di situ. Sedangkan aset dikoordinasikan dengan tiga lembaga tadi (Setditjen Bina Marga, Jasa Marga dan BPWS) .
Dengan perawatan yang bagus Suramadu bisa bertahan berapa tahun?
Rencananya kan sampai 50 tahun. Sampai sekarang kondisinya masih oke.
BACA JUGA: Suramadu Sejak Masa Lalu (Infografis)
Apa tantangan merawat Suramadu agar awet?
Bagaimana mengendalikan overload. Karena jembatan ini baru, 10-15 tahun, nggak kelihatan dampak overload ini. Standar kami dulu 10 ton beban. Boleh kendaraan itu lewat 50 ton tapi sumbunya tetap dibagi seharga 10 ton. Itu sumbu rodanya berapa untuk mengurai beban. Ibarat inilah, beban digotong dengan orang banyak. Kalau sendirian ya langsung remuk. Ini perlu koordinasi di sistem.
Menurut Anda, sekarang ada kendaraan overload yang tetap melintas di Suramadu?
Pasti ada yang kelebihan muatan. Tapi kami belum punya instrumen untuk mengendalikan dan mengontrol.
Apa strategi untuk mencegah kendaraan seperti itu melintas di Suramadu?
Ini perlu koordinasi dengan (Departemen) Perhubungan. Ada dua sistem. Pertama pasang alarm otomatis. Setelah alarm berbunyi bagaimana, kan harus ada petugas. Apakah yang bermasalah kemudian dicek dan dihentikan. Atau kedua, ada jembatan yang ditempatkan jauh sebelum masuk Suramadu. Kalau kelebihan muatan bisa digeser atau bagaimana.
Kalau tak ada sistem itu?
Tuntutan kami itu harus ada. Kalau nggak gitu umur 50 tahun (jembatan) nggak akan terjadi.