Jumat, 26 July 2019 03:17 UTC
PELEPAH PISANG: Kenduri melibatkan ratusan orang dan ratusan ingkung yang ditaruh di sebuah wadah dari pelepah dahan pisang. Foto: Gayuh.
JATIMNET.COM, Ponorogo – Kenduri atau yang biasa disebut dengan selamatan sebagai wujud syukur masyarakat Jawa sampai saat ini masih terjaga dan terpelihara di kalangan masyarakat. Seperti halnya masyarakat Desa Bedingin, Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo.
Kenduri yang dilakukan warga Bedingin ini melibatkan ratusan orang dan ratusan ingkung atau nasi yang ditaruh di sebuah wadah dari pelepah dahan pisang. Bahkan ada satu gunungan hasil bumi yang berisi sayur-sayuran dengan tinggi 1,5 meter yang akhirnya di purak oleh warga yang ikut selamatan.
Acara yang bertajuk “Kenduri Besar Bedingin Bungah” ini adalah wujud syukur masyarakat atas melimpahnya hasil bumi di desanya. Bahkan untuk memeriahkan acara ini digelar berbagai pentas seni dan permainan cahaya untuk menarik para warga dari luar desa bahkan masyarakat luas untuk melihat acara tersebut.
BACA JUGA: Sudah Digelontor BKKD, Pertunjukan Kesenian Reog Minim
Untuk pemilihan tempat acara kenduri warga Bedingin memilih sebuah bukit bekas galian C. Bukit yang oleh warga setempat disebut dengan “Gunung Gemplah” disulap menjadi sebuah panggung hiburan dan tempat melepas penat karena ada banyak gazebo dan tempat selfie.
Selepas Isya acara sudah dipadati oleh masyarakat yang ingin ikut kenduri dan memperebutkan gunungan. Banyak juga para anak muda yang memanfaatkan spot selfie untuk mengabadikan momen. Selepas kenduri para warga dihibur dengan pentas tari dan wayang orang sampai tengah malam.
“Kegiatan ini rutin kami lakukan setiap 4 bulan sekali, dan ini sudah ketujuh kalinya, khusus untuk kali ada berbagai acara yang melibatkan banyak pegiat seni,” kata Kepala Desa Bedingin Marjuki, Jumat 26 Juli 2019.
HASIL BUMI: Gunungan hasil bumi yang berisi sayur-sayuran dengan tinggi 1,5 meter. Foto: Gayuh.
Marjuki menerangkan jika tema Bedingin Bungah juga untuk mengajak masyarakat untuk lebih bisa bersyukur dengan apa yang sudah diberikan oleh Tuhan YME bagi desa dan warganya untuk lebih bisa menerima dengan lapang dada.
“Dengan begitu hati kita menjadi bungah atau gembira,” terangnya.
Ia menuturkan dalam acara kali ini para warga mengambil tema organik, dengan cara meminimalisir penggunaan plastik. Sehingga piring yang digunakan pun dari daun pisang dan beberapa spot selfie juga dari bahan-bahan daur ulang seperti anyaman jerami dan bambu.
“Acara ini juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengurangi sampah palstik serta beralih ke bahan yang lebih organik,” pungkasnya.
