Selasa, 04 October 2022 02:20 UTC
Suporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya dalam pertandingan sepak bola BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.
JATIMNET.COM, Surabaya – Sebanyak 33 dari 125 korban meninggal dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang masih anak-anak. Delapan di antaranya adalah anak perempuan dan 25 lainnya laki-laki.
Mereka yang meninggal dengan rentang usia antara 4 sampai 17 tahun,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar seperti dikutip dari situs berita Antara, Selasa, 4 Oktober 2022.
Baca Juga : Tiga Remaja Asal Probolinggo Turut Jadi Korban Tragedi Kanjuruhan Malang
Selain anak yang menjadi korban meninggal, menurut dia, ada yang mengalami luka-luka dan masih dirawat di rumah sakit. Namun, data pastinya belum dikantongi pihak Kementerian PPPA. “Kami masih terus melengkapi datanya,” ucap Nahar.
Oleh karena pihak Kementerian PPPA, Dinas PPPA Provinsi Jawa Timur, dan Kabupaten/Kota Malang terus melangsungkan koordinasi dan berupaya menyediakan data khusus anak yang menjadi korban. Ini sebagai bahan pihak-pihak terkait melakukan intervensi layanan.
Sebagaimana diketahui, banyaknya korban yang meninggal usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya denga skor akhir 2-3 dipicu kepanikan suporter. Mereka berhamburan menyelamatkan diri lantaran pihak keamanan menembakkan gas air mata di Stadion Kanjuruhan, Sabtu, 1 Oktober 2022.
Baca Juga :Rusuh Usai Pertandingan Arema FC vs Persebaya Dikabarkan Telan Korban Jiwa
Kepanikan itu membuat massa tertumpuk dan sesak nafas bahkan hingga terinjak-injak. Penggunaan gas air mata oleh polisi itu disebut menyalahi aturan FIFA. Adapun gas air mata dapat melukai tiga bagian tubuh, yaitu mata, organ pernapasan, dan kulit.
Apabila terkena mata, gas ini dapat menyebabkan pandangan kabur, rasa terbakar di mata, kebutaan sementara, hingga kebutaan total apabila tidak segera mendapatkan penanganan yang tepat.
