Minggu, 01 September 2019 09:18 UTC
Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Surabaya Heru Kamarullah. Foto: Dok
JATIMNET.COM, Surabaya – Kejaksaan Negeri Surabaya dalam waktu dekat akan menyita barang dan uang hasil dari kredit fiktif pada PT BRI (Persero) yang dilakukan para tersangka.
Dalam kasus ini, Kejari Surabaya telah menahan Nanang Lukman Hakim selaku mantan Associate Account Officer (AAO) pada PT BRI (Persero) di Surabaya, Lanny Kusumawati dan Agus Siswanto selaku debitur atau pihak ketiga. Sedangkan tersangka lainnya Nur Cholifah sampai saat ini belum pernah memenuhi panggilan penyidik.
Langkah ini dilakukan kejari setelah menemukan adanya penggunaan uang hasil dari kredit fiktif tersebut untuk membeli sejumlah barang.
BACA JUGA: Kejari Surabaya Sita Lima Aset Kredit Fiktif
"Barangnya apa ini masih kami lakukan audit," ucap Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Surabaya Heru Kamarullah, Minggu 1 September 2019.
Menurut heru, kejaksaan menemukan adanya upaya mengalihkan kredit yang diajukan pelaku untuk kepentingan pribadi.
Sebelumnya Kejari Surabaya menyita lima tanah dan bangunan di wilayah Surabaya dan Sidoarjo. Lima tanah dan bangunan yang disita ada di Jalan Dieng Sidoarjo, Sekardangan Sidoarjo, Jalan Hasan Wasuh Sidoarjo, Sekawanwangi Sidoarjo, dan Jalan Bendul Merisi.
BACA JUGA: Kejari Surabaya Tahan Debitur Kredit Fiktif
Kasus yang terjadi padai 2008 ini bermula saat BRI di Surabaya memproses pemberian Kredit Modal Kerja (KMK) Ritel Max Co kepada sembilan debitur.
Pemberian kredit ini diberikan Nanang Lukman Hakim yang waktu itu menjabat sebagai Associate Account Officer (AAO) pada PT BRI (Persero). Saat proses pemenuhan persyaratan kredit, Nanang bersekongkol dengan Lanny untuk membuat kredit fiktif.
Dengan modus itu indentitas debitur kemudian dipalsu, legalitas usaha Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) debitur diduga juga palsu.
BACA JUGA: Kejari Surabaya Kembali Panggil Tersangka Kasus Kredit Fiktif
Selain itu, juga ada dugaan penggelembungan agunan dan penggunaan kredit tidak sesuai dengan tujuan kredit.
Dalam menjalankan aksi itu Nanang tidak melaksanakan tugasnya sebagai AAO, yang seharusnya melakukan pengecekan atas syarat akad kredit.
Namun setelah kredit cair, baik Nanang maupun Lanny serta pihak-pihak lain turut menikmati pencairan kredit fiktif tersebut sehingga negara mengalami kerugian mencapai Rp 10 miliar.
