Rabu, 31 October 2018 10:37 UTC
Teguh Widodo menunjukkan foto kakaknya
JATIMNET.COM, Surabaya – Rumah berukuran 3 x 4 yang beralamat di Dusun Ambeng-Ambeng Desa Ngingas Sidoarjo itu terlihat tidak ada aktivitas. Tidak ada tenda atau tanda-tanda jika pemilik rumah sedang berduka. Begitu juga dengan beberapa tetangganya tidak nampak memberi ucapan bela sungkawa.
Rumah itu milik Moejiono (59) yang menjadi salah satu penumpang Lion Air PK-LQP tujuan Jakarta-Pangkalpinang, yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Senin 29 Oktober lalu.
Pintu pagar warna hitam yang terbuka memudahkan Jatimnet memasuki halaman rumah untuk mengetuk, Rabu 31 Oktober 2018. Tak berselang lama Teguh Widodo menemui Jatimnet dan mempersilahkan masuk di ruang tamu yang bercat biru dikombinasi putih.
Teguh adalah adik kandung Moejiono yang sudah beberapa hari menemani kakak iparnya Mardiem.
Membuka obrolan, Teguh menceritakan jika kakaknya sempat mengurungkan niatnya berangkat ke Pangkalpinang lantaran istrinya dirawat di rumah sakit. Namun Istrinya meminta suaminya untuk tetap menjalankan tugas dari kantornya, sebuah perusahaan asuransi. "Saat itu istrinya mengaku masih kuat dan tidak perlu untuk ditungguin," kenang Teguh.
Dia juga masih ingat komunikasi terakhir dengan kakaknya sekitar pukul 03.20 WIB. “Waktu itu pesan singkat lewat WhatsApp (WA), tidak saya respon. Selanjutnya kakak saya telpon. Saya tidak menduga itu adalah telpon terakhir kakak saya,” lanjutnya.
Dalam komunikasi itu Moejiono mengingatkan kepadanya agar rajin-rajin salat. Di mata Teguh, Moejiono kerap membangunkan adik-adiknya untuk bangun pagi menjalankan salat tahajud.
Aktivitas tersebut kerap dilakukan Moejiono agar adik-adiknya selalu ingat Tuhan, dengan menjalankan ibadah. Salah satu kebiasaan yang belum hilang hingga kini adalah mengingatkan adik-adiknya dengan mengirim foto setiap jelang salat subuh.
Hal ini juga dilakukan kakaknya ketika memasuki Lion Air PK-LQP. Dia mengirim swafoto dan meminta didoakan agar selamat dalam perjalanan.
Menurutnya tidak ada kejanggalan dari komunikasi dengan kakaknya itu. Sebab rutinitasnya di setiap pagi kerap membangunkan adik-adiknya untuk menjalankan ibadah. “Itu pengingat terakhir bagi kami dan akan kami kenang,” jelas Teguh.
Teguh berusaha tegar melepas kepergian kakaknya. Mengenakan kaus warna abu-abu tua bergambar Soekarno dipadu topi hitam, dia menutup obrolan dengan Jatimnet dengan mendoakan jeanzah abangnya segera ditemukan.