Logo

Hukuman Maksimal Pembunuh Siswa SD di Mojokerto 15 Tahun Penjara

Keluarga Korban Tuntut Pelaku Dihukum Mati
Reporter:,Editor:

Kamis, 05 March 2020 04:00 UTC

Hukuman Maksimal Pembunuh Siswa SD di Mojokerto 15 Tahun Penjara

REKONSTRUKSI. Rekonstruksi pembunuhan siswa SD di jembatan sungai Kedung Ungkal tepi hutan Kemlagi, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, Senin, 2 Maret 2020. Foto: Karina Norhadini

JATIMNET.COM, Mojokerto – Raut wajah kecewa dan sakit hati nampak terlihat dari Miskah, nenek Ardio Wiliam Oktavianto akrab disapa Dio, 13 tahun. Dio adalah siswa kelas IV SD Ketamasdungus, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, yang dianiaya hingga meninggal dunia.

Pelaku pembunuhan adalah kakak beradik, Trisno Sutejo, pelajar SMA usia 19 tahun, dan IS, 17 tahun. Trisno dan IS adalah kakak dari SS teman satu sekolah Dio. Motif pembunuhan sepele. Trisno dan IS geram dengan Dio yang dituduh memukul SS. Namun fakta lain diungkapkan guru SD setempat bahwa bukan Dio yang memukul, melainkan SS.

Permasalahan antara Dio dan SS juga sepele. SS marah karena kalah bermain gasing saat jam istirahat di sekolah. Menurut teman-teman Dio, SS lah yang memukul Dio. Namun hasil pemeriksaan polisi kepada Trsino dan IS, keduanya menuduh Dio yang memukul adik mereka, SS.

BACA JUGA: Fakta Lain di Balik Pemicu Pembunuhan Siswa SD di Mojokerto

Dio dianiaya Trisno di jembatan hutan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, hingga meninggal dunia dan jasadnya dibuang ke dasar sungai di bawah jembatan. Sedangkan IS berperan membujuk Dio menemui Trisno.

Trisno dan IS dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Ancaman pidana dalam pasal 338 KUHP adalah penjara maksimal 15 tahun sedangkan ancaman pidana dalam pasal 351 ayat 3 KUHP adalah penjara maksimal 7 tahun.

Polisi belum menemukan unsur perbuatan pidana pembunuhan berencana yang bisa membuat tersangka dihukum mati terutama Trisno yang menganiaya Dio hingga meninggal dunia.

Namun nenek Dio, Miskah, berharap kedua pelaku dihukum mati. Harapan itu diungkapkan Miskah yang selama 13 tahun mengasuh Dio. "Kalau bisa ya mereka jangan sampai pulanglah atau dihukum seberat-beratnya, hukuman mati. Kalau ingat Dio semasa hidup, sangat sakit hati, saya enggak terima, cucu saya enggak pernah nyakitin orang," ucapnya sembari meneteskan air mata saat ditemui di rumahnya, Selasa, 3 Maret 2020.

BACA JUGA: Pelaku Pembunuhan Siswa SD di Mojokerto Kakak Beradik Usia Remaja dan Anak

Menurutnya, perbuatan pelaku sangat keji dan tidak manusiawi. "Sebagai keluarga, apalagi yang selama ini merawat Dio, ya tidak terima. Apalagi Dio ini dikenal sebagai anak yang pendiam dan penurut terhadap keluarga," katanya sembari menunjukkan foto cucu kesayangannya. Sejak ayah dan ibu Dio, Iwan dan Siti Aisyah, bercerai, Dio dirawat Miskah.

Miskah terakhir melihat Dio pada malam sebelum Dio ditemukan meninggal dunia. "Terakhir melihat wajah cucu saya pada Rabu malam sehabis mahrib. Dia berpamitan bermain gasing usai sepulang les. Padahal sudah saya tegur jangan main sampai larut malam,” katanya.

BACA JUGA: Polisi Belum Temukan Unsur Pembunuhan Berencana Siswa SD di Mojokerto

Hingga tengah malam Dio tak pulang dan sepeda anginnya masih di rumah. Keesokan harinya, ada informasi penemuan jasad anak kecil di sungai di hutan Kemlagi dan ternyata Dio. Jarak desa tempat tinggal Dio dan lokasi pembunuhan sangat jauh.

"Saya tidak menyangka kalau Dio tewas dibunuh. Padahal dia tidak pernah mempunyai masalah. Dia cenderung main sama anak-anak kecil, yang usianya di bawah dia," katanya.

Miskah mengaku kecewa karena tak ada pemberitahuan dari polisi saat rekonstruksi pembunuhan Dio pada Senin, 2 Maret 2020. "Kami sama sekali enggak dikasi tahu kalau ada rekontruksi, kami kecewa sebenarnya. Pengen melihat, semoga persidangan kami dikasi tahu sama polisi," katanya.