Senin, 31 August 2020 04:20 UTC
BAGI TOMAT. Puluhan petani Pacet, di Kabupaten Mojokerto sengaja membagikan puluhan kilogram tomat gratis pada masyarakat atau pengguna jalan, yang melintas di jalan raya, Minggu sore, 30 Agustus 2020. Foto: Karin
JATIMNET.COM, Mojokerto - Puluhan petani Pacet, di Kabupaten Mojokerto sengaja membagikan puluhan kilogram tomat gratis pada masyarakat atau pengguna jalan, yang melintas di jalan raya, Minggu sore, 30 Agustus 2020.
Hal itu dilakukan, sebagai bentuk protes karena di musim panen saat ini harga tomat anjlok. Bahkan, untuk perhatian massa ataupun masyarakat petani membentangkan poster kertas bertuliskan "Tomat Gratis" di pinggir jalan.
Beberapa orang lainnya, sengaja berdiri di tengah jalan untuk memberikan kode agar pengendara roda dua maupun roda empat yang melintas memperlambat laju kecepatan kendaraannya dari kejauhan, sembari membawa berkantong-kantong tomat segar hasil panen para petani.
Seperti katakan Mujito (60) salah satu petani, aksi bagi-bagi tomat secara cuma-cuma itu sudah dilakukan yang keempat kalinya selama empat pekan ini. Lantaran harga tomat di musim panen raya saat ini jeblok.
BACA JUGA: Harga Anjlok, Petani Blitar Biarkan Tomat Mengering di Sawah
"Ini tiap minggu, sudah empat kali kami bagikan di jalan raya. Daripada mubazir dan busuk lebih baik dibagikan, soalnya harga jual dari petani langsung cuman bisa Rp 800 sampai 900 per kilogram nya,'' ungkap lelaki yang mengenakan camping pada saat membagikan ratusan kilogram tomat tersebut.
Dia menyebut, jika harga jual normal biasanya sekitar Rp 2.500-3.000 per kilogram, petani biasanya bisa untung Rp 1000 rupiah per kilo. Hanya saja, di musim panen kali ini, petani dibuat kelimpungan dengan harga anjlok tersebut.
"Padahal, hasil panen tergolong bagus atau melimpah. Daripada busuk itu tadi jadi kami bagi-bagi saja, hitung-hitung juga belajar dermawan agar rejekinya tambah berkah,'' imbuhnya.
BACA JUGA: Harga Tomat di Probolinggo Anjlok hingga Rp 1.000 Per Kilogram
Selain harga jual yang anjlok, rupanya kerugian besar yang dialami para petani di musim panen raya ini lantaran biaya produksi sejak pembibitan juga tidak kembali.
Padahal, jika ditotal, sejak masa tanam, pemupukan, hingga penyemprotan pestisida, petani menghabiskan biaya sampai Rp 1 juta. "Kalau modal satu kwintal dengan biji 1000 pohon, kami biasanya habis Rp 3 juta. Jadi otomatis rugi,'' terangnya.
Perhatian pemerintah yang sangat minim juga di tengah harga pupuk terus melambung, tapi harga hasil bumi para petani selalu merosot. Terlebih, pupuk subsidi sejauh ini juga sudah alami kelangkaan. "Jadi pemerintah itu harus tahu harga pupuknya selalu meningkat, tapi saat panen, harga selalu murah,'' sesalnya.