Senin, 08 June 2020 13:00 UTC
DISINFEKTAN. Petugas menyemprotkan disinfektan di gedung sekolah dan asrama Ponpes Bustanul Ulum, Bulugading, Kecamatan Bangsalsari, Jember, sebelum para santri masuk kembali ke pesantren. Foto: Humas Pemkab Jember
JATIMNET.COM, Jember – Pengurus Cabang Lembaga Ta’lif wan Nasyir Nahdlatul Ulama (PC LTNNU) Kabupaten Jember mengadakan diskusi online dengan tema “NU dan Pesantren di Era New Normal” pada Minggu malam, 7 Juni 2020.
Ketua PC LTN NU Jember Muhammad Fauzinuudin Faiz mengatakan keharusan jaga jarak dan menghindari kontak erat antar orang pada kehidupan normal baru atau new normal di tengah pandemi Covid-19 bisa berdampak pada sejumlah tradisi yang ada di pesantren.
Salah satunya adalah kebiasaan para santri berkumpul bersama makan dalam satu baki besar hasil dari kreasi masakan mereka atau makanan dari kiriman orang tua.
Kebiasaan itu bisa jadi akan hilang atau dihindari sementara untuk mencegah penyebaran Covid-19 di kalangan santri. “Di pesantren selama ini ada tradisi makan bersama dengan tempat makan yang sama dalam ukuran besar. Dalam era new normal ini akan (bisa) menjadi hilang. Setiap santri juga harus menyiapkan tempat makan sendiri untuk menjaga kebersihannya. Ini memang sulit, tetapi saya optimistis, kita bisa melewatinya,” kata Faiz yang juga pengajar Ushul Fikih di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Jember ini.
BACA JUGA: New Normal bersama Covid, Pemerintah Diminta Perhatikan Pesantren
Ia mendesak pemerintah lebih proaktif dalam membantu kesiapan pesantren menghadapi new normal. Sebab setiap pesantren, menurut Faiz, memiliki kekuatan finansial yang berbeda-beda dalam menyesuaikan diri terhadap kenormalan baru di tengah pandemi. Sehingga pemerintah harus memahami karakteristik perbedaan tersebut dan turut membantunya.
Pemerintah wajib berperan dalam mendampingi pesantren untuk menyiapkan infrastruktur pendukung penyesuaian new normal. “Tanggung jawab pemerintah ini juga sudah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Pendampingan pemerintah bisa dalam hal membantu pengadaan infrastruktur seperti suplai air bersih,” kata pria yang juga staf pengajar di Pondok Pesantren Yasppibis, Wuluhan, Jember ini.
Tantangan pesantren menghadapi era new normal juga diungkapkan Wakil Ketua PCNU Jember Achmad Taufiq. “Dari dua bulan lalu, santri ‘dimobilisasi’ untuk keluar, lalu sekarang akan ‘dimobilisasi’ untuk kembali,” kata Taufiq.
RAPID TEST. Petugas melakukan rapid test pada santri Ponpes Bustanul Ulum, Bulugading, Kecamatan Bangsalsari, Jember, sebelum para santri masuk kembali ke pesantren. Foto: Humas Pemkab Jember
BACA JUGA: Hidup Baru bersama Covid, Pemkab Gresik Bantu Fasilitas Kesehatan Pesantren
Taufiq mengapresiasi para kiai pengasuh pondok pesantren yang sudah mengambil keputusan tepat dalam kondisi dan konteks pesantrennya masing-masing termasuk pada saat new normal. “Frase proses mobilisasi ini sengaja saya beri tanda petik, karena patut kita kritisi,” tutur staf pengajar FKIP Universitas Jember ini.
Menurut Taufiq, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional, pesantren telah sukses melewati berbagai tantangan di setiap masa. “Tetapi sekarang, tantangan pesantren tidak mudah. Karena itu, negara harus hadir membantu,” ujar Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Jember ini.
Tantangan terberat bagi pesantren, menurutnya, terkait pengaturan kamar di asrama dan tempat belajar yang harus dibuat berjarak sesuai protokol kesehatan. Kondisi ini membuat beberapa pesantren kemungkinan harus membangun gedung baru. Di sisi lain, waktu yang tersedia untuk membangun gedung tidak cukup dan tentu sulit.
“Dengan kondisi saat ini, mungkin hanya Bandung Bondowoso yang bisa membangun kamar baru dalam waktu singkat,” tutur Taufiq menyinggung legenda Bandung Bondowoso yang membangun seribu candi dalam semalam bagi Roro Jonggrang.
Perlunya pemerintah untuk membantu pesantren menyiapkan diri untuk mengikuti new normal juga ditegaskan pengajar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Jember (FH Unej), Adam Muhshi.
BACA JUGA: Rapid Tes Sebelum Santri Masuk Pesantren Dinilai Perlu
Menurutnya, Di Jawa Timur saat ini terdapat empat opsi yang ditawarkan pemerintah bagi pesantren. Pertama, santri tetap kembali ke pesantren secara bersama-sama. Kedua, santri kembali ke pesantren secara bertahap. Ketiga, santri kembali ke pesantren setelah pesantren disterilkan. “Dan yang terakhir, santri baru kembali ke pesantren setelah pandemi sudah melandai,” kata Adam.
Adam menilai langkah pemerintah sudah tepat dengan memberi kebebasan bagi setiap pesantren untuk memilih opsi sendiri. Sebab, pesantren yang lebih memahami kondisi masing-masing.
“Karena apapun opsi yang dipilih, negara tetap harus hadir dan tidak bisa lepas dari tanggung jawabnya untuk pemenuhan hak kesehatan dan sekaligus hak pendidikan bagi warga negaranya,” kata mahasiswa program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Airlangga ini.