Sabtu, 12 October 2019 08:29 UTC
HEARING. Warga Mulyorejo, Mulyosari Tengah, mengeluh kepada DPRD Surabaya karena membiayai sendiri operasional rumah pompa untuk menangani banjir di wilayah tersebut. Foto: Khoirotul Lathifiyah
JATIMNET.COM, Surabaya – Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya menyayangkan penanganan banjir di daerah Mulyorejo, Mulyosari Tengah oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Bahkan, warga setempat membuat rumah pompa dan membayar listrik untuk menanggulangi banjir yang selalu terjadi saat musim hujan.
Ketua Komisi C DPRD Surabaya Baktiono menyampaikan, seharusnya permasalahan banjir merupakan tanggung jawab pemkot. Namun, selama ini warga yang harus membayar tagihan listrik untuk operasional rumah pompa.
“Seharusnya itu masuk ke fasilitas umum dan untuk biaya operasionalnya ditanggung oleh pemkot,” kata Baktiono usai rapat dengar (hearing) di Ruang Komisi C DPRD Surabaya, Jumat 11 Oktober 2019.
BACA JUGA: Ini Besaran Tarif Transportasi Air Usulan ITS
Ia menyarankan agar warga segera memfasumkan rumah pompa agar biayanya dapat ditanggung oleh pemkot dan warga tidak lagi merasa terbebani.
Baktiono meminta agar kelurahan serta kecamatan segera membuat hubungan hukum dengan pemkot. Agar segala fasilitas untuk perawatan dan pengendalian banjir di wilayah tersebut dikendalikan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya.
“Pemkot juga harus segera mengambil sikap, jangan menunggu dari pihak pengembang (Sinar Galaxy),” ujarnya.
Menurut Baktiono, dalam pendirian rumah pompa sudah jelas merupakan fasilitas umum yang harusnya diserahkan ke Pemkot Surabaya. Terlebih di dalam perda sudah jelas jika setiap pembangunan di suatu kawasan oleh pengembang, fasum harus diserahkan terlebih dahulu.
BACA JUGA: Legislatif-Eksekutif Sepakat Awasi Dana Pilwali Surabaya 2020
Wakil RW 006 Kelurahan Mulyosari Tengah, Imam Rohmadi, menyampaikan pembangunan rumah pompa tidak ada kendala saat menggunakan genset, bahkan warga rutin membayar iuran untuk biaya operasional rumah pompa.
“Tapi tahun 2018 gensetnya rusak dan beralih ke PLN dengan status sosial,” kata dia.
Imam mengungkapkan, setelah bulan Agustus 2019 status langganan listrik rumah pompa menjadi fasilitas publik sehingga ada kenaikan pembayaran listrik dari Rp 620 ribu menjadi Rp 900 ribu per bulannya.
“Kami sudah tidak kuat membayar tagihan tersebut karena semakin tinggi. Padahal pada musim kemarau rumah pompa tidak dioperasikan,” kata Imam.
BACA JUGA: Soal Penyegelan Hotel Ibis Budhet, DPRD Akan Sidak ke Lokasi
Manajer PT PLN Persero, Irsyam Arsi Putra membenarkan jika rumah pompa Mulyosari Tengah yang tersambung pelanggan PLN sejak Oktober 2018 awalnya tarif sosial kemudian berubah menjadi tarif publik sehingga tarifnya naik.
“Memang lebih mahal dari tarif sosial, tapi sesuai dengan Permen SDM. Bukan ke tarif bisnis melainkan tarif publik,” kata Irsyam.
Pihak PLN pun siap mendukung untuk terus menyalurkan tarif listrik ke rumah pompa tersebut, baik tetap diangani warga secara gotong royong atau dilimpahkan ke pemkot.
Divisi SDA Bappeko Adi Gunita mengatakan sudah menindaklanjuti ke lapangan. Ia mengatakan ada kendala status kewenangan lahan yang bukan kewenangan Pemkot Surabaya.
“Tapi kami akan berkoordinasi dengan cipta karya apakah sudah diserahkan apa belum. Kalaupun tidak, nanti perlu perjanjian hukum apakah RW mau menghibahkan ke pemkot untuk menanggulangi banjir di kawasan tersebut,” jelasnya.