Senin, 15 September 2025 23:00 UTC
Aksi teatrikal aktivis yang tergabung dalam PMII Cabang Tuban yang mengkritik sistem distribusi pupuk bersubsidi. Kamis, 21 Agustus 2025. Foto: Zidni Ilman
JATIMNET.COM, Surabaya – Keterlibatan generasi muda, khususnya generasi Z (Gen Z) dalam aksi demonstrasi yang berlangsung hampir di seluruh daerah beberapa waktu lalu mendapat tanggapan dari Dosen Fakultas Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Dr Aribowo.
Menurutnya, aksi tersebut bukan hal baru dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. Anak muda senantiasa turut memberikan andil besar dalam setiap pergeraka sosial.
Hanya saja, di era digital sekarang ini, anak muda lebih banyak menyampaikan aspirasinya secara kreatif. Mulai dari poster dengan kalimat satir, meme jenaka, hingga video singkat di media sosial.
BACA: Gedung Negara Grahadi dan Pos Polisi di Surabaya Dibakar Massa
Aribowo menilai, Gen Z j sangat piawai dalam memanfaatkan media sosial sebagai ruang berekspresi politik. Kreativitas mereka membuat isu-isu sosial dan politik dapat dikemas lebih ringan, sehingga mudah dipahami oleh masyarakat awam.
“Media sosial jadi instrumen penting untuk membicarakan keresahan, ketimpangan, dan ketidakadilan, baik di Indonesia maupun global. Di situ pula perlawanan terhadap pejabat, pemerintah, hingga negara dirumuskan,” ujarnya dikutip dari laman resmi Unair, Selasa, 16 September 2025.
Kendati dibalut kreativitas, Aribowo menekankan bahwa demonstrasi oleh Gen Z lakukan tetaplah aksi serius. Perbedaannya terletak pada isu, peserta, dan formatnya yang kini lebih beragam serta terorganisasi daripada aksi demonstrasi zaman dulu.
“Generasi muda itu tidak hanya turun ke jalan. Mereka juga menyiapkan siaran pers, membangun jejaring komunikasi, sampai melakukan advokasi hukum,” tambahnya.
BACA: 89 Pembakar Gedung Grahadi dan Mapolsek Tegalsari Diamankan Polisi
Namun, kreativitas dan peran media sosial tidak akan berkembang menjadi gerakan masif jika tidak ada masalah yang dihadapi masyarakat.
Menurut Aribowo, lahirnya gerakan sosial seperti aksi demonstrasi selalu terkait dengan kondisi sosial masyarakat.
Ketidakadilan serta kesenjangan yang tampak di tengah masyarakat justru menjadi pemicu utama lahirnya perlawanan. Hal ini seperti yang terjadi pada akhir Agustus hingga awal September 2025.
“Gerakan sosial itu tidak pernah tumbuh dalam ruang kosong. Dia selalu bergantung pada sistem sosial yang ada. Basis sosial dan ideologi sangat penting agar sebuah gerakan bisa terkomunikasikan dan berkembang,” pungkasnya.
