Minggu, 05 August 2018 07:38 UTC
Anak-anak belajar Bahasa Inggris di Kampung Inggris di bekas lokalisasi Dolly. di gang Dolly antusias belajar bahasa Inggris Kampung Inggris d Putat Jaya C Timur, Surabaya. FOTO: Fahmi Aziz
JATIMNET.COM, Surabaya – Wajah eks lokalisasi Dolly Surabaya perlahan berubah. Salah satunya dengan diinisiasinya “Kampung Inggris” di bekas kawasan merah itu.
Kampung Inggris mulanya tempat belajar berbahasa Inggris di Jalan Brawijaya, Pare, Kediri. Berangkat dari inisiatif berbagai pihak, ditambah dukungan Pemkot Surabaya, dibuatlah konsep serupa. Yakni kampung wisata edukasi sebagai pengganti lokalisasi yang sudah ditutup.
Direktur Dolly English Club Cahyo Wahyu mengungkapkan setelah diresmikan Mei 2018 lalu, proses belajar-mengajar Kampung Inggris sudah mulai berjalan. Banyak anak-anak di kawasan Dolly yang tertarik bercas cis cus dalam bahasa Inggris.
“Sekarang terdata 184 anak dari tingkat TK hingga SMP yang ikut,” ujarnya, saat ditemui, Jumat, 3 Agustus 2018.
Ia menerangkan, para pengajar itu berasal dari berbagai lembaga. Di antaranya, pusat studi bahasa Universitas Dr Soetomo (Unitomo), Gereja Yesus Kristus, komunitas ‘Young and Dangerous’, dan Wanita Muslimah Indonesia.
Sementara untuk tempat belajarnya tersebar di delapan titik yang tersebar di enam RT di Putat Jaya C Timur, Surabaya. “Kelasnya kami tempatkan di rumah Ketua RT, Ketua RW, ataupun di balai,” tutur dia.
Selain program reguler, ia juga berencana menggelar kelas camp. Nantinya kos-kosan yang sudah lama kosong pasca penutupan lokalisasi, akan disewa kembali sebagai asrama murid yang menginap. “Penyewaan kos-kosan ini kami harapkan memberi dampak ekonomi bagi warga sekitar,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua RW 12, Kelurahan Putat Jaya, Ngadiman mengaku adanya Kampung Inggris disambut baik masyarakat. Banyak orang tua yang tidak segan-segan mengirimkan anaknya ke Kampung Inggris untuk belajar bahasa internasional itu. Bahkan tak jarang, orang dewasa pun turut serta.
“Maklum mas, dari yang sebelumnya gak tahu artinya you jadi tahu. Tentu kami senang ada Kampung Inggris di wilayah kami,” ujar Ngadiman.
Anak-anak tidak perlu jauh-jauh pergi ke tempat les bahasa Inggris yang jaraknya puluhan kilometer dari rumah mereka. Cukup ikut serta di rumah Ketua RT, RW maupun balai terdekatnya.
Dolly English Club tidak memiliki patokan tarif dalam memberi pendidikan. Terutama untuk peserta program reguler yang diberi kebebasan sesuai dengan kemampuannya. “Mau seribu atau dua ribu, tidak jadi soal. Kalau camp kan, harus menginap dan makan-minum di asrama, jadi kami tentukan tarifnya,” jelas Cahyo.
Selain belajar di kelas, ada berbagai macam hiburan yang disediakan. Seperti Dolly Vacation, dimana akan ada penampilan akustik berbahasa Inggris untuk warga sekitar dan juga murid di Kampung Inggris ini.
Cahyo berharap, ke depannya kawasan Dolly tidak lagi dikenal sebagai bekas wisata penjaja seks. Namun sudah menjadi ikon wisata edukasi baru yang dimiliki Surabaya. Wisata edukasi ini nantinya akan mendorong perbaikan SDM warga Dolly dan sekitarnya.
Sebelumnya, Pemkot Surabaya telah membekali warga eks lokalisasi Dolly dengan berbagai ketrampilan. Ini dimaksudkan untuk memberi pemberdayaan berwirausaha. Dan sudah terbukti. Kampung bekas lokalisasi terbesar di Indonesia itu telah melahirkan ragam industri rumahan, mulai dari makanan dan minuman hingga industri sepatu.