Logo

Diperlukan Komitmen Agar Tak Ada Lagi Perbedaan Sekolah Negeri dan Swasta

Reporter:,Editor:

Senin, 24 August 2020 10:40 UTC

Diperlukan Komitmen Agar Tak Ada Lagi Perbedaan Sekolah Negeri dan Swasta

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Eri Cahyadi.

JATIMNET.COM, Surabaya - Kesan dan anggapan bahwa ada perbedaan antara sekolah negeri dan swasta terus diupayakan untuk dihilangkan. Stigma semacam itu ke depannya akan terus dihilangkan di tengah-tengah masyarakat, tentu dengan menyiapkan berbagai strateginya.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan, semuanya harus sepakat bahwa pendidikan 9 tahun itu wajib. Makanya, ke depannya diperlukan komitmen untuk tidak membeda-bedakan antara sekolah negeri dan swasta. Sebab, kalau hanya mengandalkan negeri saja tidak cukup.

“Nah, ketika masuk swasta, maka infrastrukturnya juga harus sama, termasuk laboratorium dan sebagainya harus sama, sehingga kita akan support betul ke depannya, dengan catatan sekolah swasta itu harus menaikkan grade-nya,” kata Eri, Senin 24 Agustus 2020.

Adapun cara sekolah swasta menaikkan grade-nya tersebut, menurut Eri, harus disepakati bahwa rombongan belajar (rombel) setiap sekolah negeri dan swasta sebanyak 32 siswa, dengan maksimal masing-masing 11 kelas. Artinya, kelas 1 ada 11 kelas, kelas 2 ada 11 kelas dan kelas 3 ada 11 kelas juga.

BACA JUGA: Proses Belajar Mengajar di Sekolah Bisa Dimulai Jika Semuanya Dipastikan Sehat

Oleh karena itu, bagi sekolah yang rombelnya diatas 32 siswa, maka akan terus dicarikan solusinya. Salah satunya dengan menambah kelas lagi. Penambahan kelas itu bukan untuk menerima siswa baru, melainkan untuk menampung siswa yang lebih dari rombel tersebut.

Misalnya sudah ada sekolah yang menerima rombel 40 siswa, maka 8 siswa di rombel tersebut harus pindah ke kelas yang baru dibangun.

“Kemarinnya kita sudah hitung-hitungan dengan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) dan pihak guru, jika siswanya sampai 40 orang, guru merasa agak kesulitan untuk menguasai muridnya, sehingga rombel 32 itu sudah cukup,” ia menjelaskan.

Selain itu, mulai tahun 2019, Bopda sudah dihitung berdasarkan rombel, bukan per kepala lagi. Makanya, ia berharap kebijakan ini akan bisa menyelesaikan masalah dan nantinya tidak ada perbedaan lagi antara sekolah negeri dan swasta.

BACA JUGA: Kepala Sekolah dan Guru Diimbau Siap Hadapi New Normal

Di samping itu, harus ada keterbukaan antara pemerintah dan pihak sekolah. Terbuka dalam hal jumlah siswa yang akan masuk ke sekolah masing-masing, baik negeri maupun swasta.

Apalagi, saat ini Dispendukcapil Surabaya sudah menyiapkan data berapa anak SD yang lulus dan akan masuk ke jenjang SMP, sehingga sejak awal sudah bisa dihitung apakah sekolah di suatu daerah atau kecamatan itu kurang atau sudah cukup.

“Jadi, tahun 2021 Bulan Juli nanti, akan ada data dari Dispendukcapil tentang berapa anak yang lulus SD dan akan masuk ke SMP. Insya Allah dengan data itu kita akan tahu sebaran siswa itu, sehingga posisinya nanti akan menerima jumlah siswa sama,” ia mengungkapkan.

BACA JUGA: Di Balik Wifi Gratis Wilayah Kecamatan Tambaksari Surabaya

Kemudian, begitu ada sekolah di salah satu kecamatan yang kurang, nanti akan kita bangunkan sekolah atau hanya menambah kelas baru. Tapi sekali lagi, dengan catatan tidak mengurangi jumlah siswa di sekolah swasta. “Melalui berbagai cara itu, mungkin kita akan bisa menyelesaikan wajib sekolah 9 tahun,” ia menuturkan.

Eri menambahkan, kerjasama dengan pihak pengusaha dalam hal membantu siswa juga terus dikembangkan. Bentuknya, para pengusaha itu memegang anak asuh, sehingga pengusaha itu membantu anak asuhnya dalam biaya pendidikannya.

“Ini sudah berlaku dan akan terus kami kembangkan, sehingga semua pihak berkontribusi dalam mengembangkan pendidikan di Kota Surabaya,” ia memungkasi.