Logo

Dinas P3AK Jatim Tak Setuju Penyitaan KTP Elektronik

Reporter:,Editor:

Rabu, 03 February 2021 01:40 UTC

Dinas P3AK Jatim Tak Setuju Penyitaan KTP Elektronik

Operasi Yustisi, PPKM, Protokol Kesehatani, KTP, Dispendukcapil, DP3AK, KTP Eleketronik. Foto: Karin/Dokumen.

JATIMNET.COM, Surabaya - Akhir-akhir, sejumlah daerah menggelar operasi yustisi dalam rangka pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali sejak 11-25 Januari 20201. Kemudian PPKM dilanjutkan jilid II 26 Januari hingga 8 Februari 2021, dengan tujuan untuk memutus mata rantai sebaran Covid-19.

Selama pelaksanaan operasi yustisi, banyak masyarakat yang melanggar tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Sanksi pun diberikan kepada para pelanggar, mulai sanksi sosial, adminitrasi hingga penyitaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik.

Apabila pelanggar tidak mengurus adminitrasi atau untuk mengambil KTP, maka akan bisa diblokir di masing-masing kependudukan dan catatan sipil (Dispendukcapil).

Mengenai penyitaan KTP tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur Andriyanto menyarankan tak ada penyitaan KTP.

Baca Juga: Tidak Diambil, 515 KTP Pelanggar PPKM Akan Diblokir

Menurut Andriyanto, penahanan KTP elektronik bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan berpotensi mengambil hak warga negara.

"Kalau bisa tidak disita. Karena pada prinsipnya, KTP elektronik itu adalah kartu identitas penduduk yang secara konstitusi diatur undang-undang kependudukan," ujar Andriyanto, Selasa 2 Februari 2021.

KTP elektronik, kata dia, memiliki fungsi salah satunya untuk mendapat fasilitas publik. Diantaranya bantuan sosial, pendidikan, mendapatkan pelayanan perbankan, hingga kesehatan. 

Andriyanto khawatir, penyitaan KTP elektronik membuat masyarakat kesulitan dalam memperoleh pelayanan yang harus menyertakannya sebagai syarat. "Dikhawatirkan juga, masyarakat itu menjadi meremehkan untuk mengambil itu," kata dia.

Baca Juga: Melanggar PPKM, Dua Karyawan Alfamart Dihukum Push Up

Kemungkinan itu bisa saja terjadi. Masyarakat yang cenderung enggan membayar denda atau mungkin dengan alasan ribet, lantas membuat laporan kehilangan. Mereka lalu mendatangi dinas dispendukcapil masing-masing untuk memperbarui KTP.

Belum lagi cara menyimpan KTP elektronik yang disita. "Iya kalau yang punya dalam tujuh hari itu mengambil tidak ada masalah. Tapi kalau lebih dari tujuh hari, bagaimana cara penyimpanan KTP yang merupakan hak konstitusional masyarakat ini?" kata dia

Selama ini memang tidak diatur secara spesifik larangan penyitaan KTP elektronik dalam undang-undang kependudukan. Namun, kata Andriyanto, ada asas lex spesialis derogat lex generali atau asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum.

Baca Juga: Belum Bayar Denda Administratif, Pelanggar Prokes di Surabaya Diblokir Kependudukannya

Menurutnya itu bisa saja. Karenanya, ia berharap pemberian sanksi pelanggar protokol kesehatan dengan menyita KTP elektronik dipertimbangkan lagi.

"Intinya, penyitaan KTP itu dalam dalam sistem pemerintahan secara utuh integral dari pusat boleh saya katakan inkonstitusional," tegasnya. 

Andriyanto lebih setuju apabila pelanggar protokol kesehatan, lebih menekankan pada sanksi sosial seperti membersihkan fasilitas umum. Menurutnya itu lebih memberikan efek jera ketimbang penyitaan KTP elektronik.