Logo

Dampak PPKM, Wisata Berada di Titik Nol, Masyarakat Parekraf Mojokerto Kibarkan Bendera Putih

Reporter:,Editor:

Minggu, 25 July 2021 07:40 UTC

Dampak PPKM, Wisata Berada di Titik Nol, Masyarakat Parekraf Mojokerto Kibarkan Bendera Putih

LESU: Salah seorang pekerja di tempat wisata hanya bisa termenung di tempat Air Panas Padusan Kecamatan Pacet. Foto: Karin

JATIMNET.COM, Mojokerto - Pelaksanaan PPKM membuat tempat wisata di Mojokerto kalang kabut, dan saat ini berada di titik nol. Pasalnya, sejak pemerintah memberlakukan PSBB, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan PPKM, pertumbuhan dan perputaran ekonomi di tempat wisata menjadi lesu.

Dampak dari hal tersebut wisata yang kalang kabut adalah wisata Air Panas Padusan Kecamatan Pacet, wisata Taman Ghanjaran, Sumber Gempong, Kecamatan Trawas, dan percandian Kecamatan Trowulan. Kemudian, area wisata air Lebak Jabung, Kecamatan Jatirejo, wisata Waduk Tanjungan, Kecamatan Kemlagi, wisata Bukit Kayu Putih, Kecamatan Dawarblandong

Sebagai bentuk keprihatinan dampak dari PPKM, Masyarakat Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Mojokerto menggelar aksi simpatik. Mereka mengibarkan bendara putih, sebagai simbol menyerah, kalau sudah tidak mampu membuka tempat wisata.

Melihat kondisi saat ini, tempat wisata juga ikut ditutup. Sehingga, dampak ekonomi sangat dirasakan sekali bagi pelaku wisata, pekerja maupun pedagang yang di sekitar tempat wisata.

Baca Juga: Operasi PPKM, Polres Mojokerto Lakukan Humanis Borong Nasi Goreng ke Pedagang Terdampak

"Kami mengetuk pintu hati Bupati, mengetuk pintu hati Presiden Jokowi karena kami bagian dari masyarakat Indonesia yang amat sangat terdampak langsung secara ekonomi dari adanya kebijakan penutupan usaha-usaha kami ini," kata Koordinator Lapangan (Korlap) aksi Wiwit Haryono atau biasa disapa Sarko saat dikonfirmasi Jatimnet.com, Minggu 25 Juli 2021.

Wiwit berharap dengan aksi simpatik mengibarkan bentara putih yang digelarnya itu bisa mengetuk hati Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati. Walaupun PPKM Darurat yang diberlakukan dari tanggal 3 Juli hingga 20 Juli.

Kemudian diperpanjang dari tanggal 21 hingga hari ini Minggu 25 Juli yang merupakan terakhir pemberlakukan dengan nama PPKM Level 3 dan Level 4, pemerintah daerah, provinsi hingga pusat mengerti dan melihat kondisi tempat wisata karena adanya pemberlakukan surat edaran pemberlakukan PPKM.

Wiwit mengungkapkan, bahwa Parekraf Mojokerto yang sehari-hari menggantungkan kehidupan dari usaha wisata. Berdasarkan data, tempat wisata Air Panas Padusan Pacet terdapat 200 pelaku usaha dan pekerja yang menggantungkan hidup di sektor non esensial itu. Namun kini, sudah tak bisa bertahan hidup lagi.

Baca Juga: Di Tengah PPKM Darurat, Pasukan Tempur Para Raider Mayangkara "Serbu" Lima Desa di Mojokerto

"Modal kami sudah tidak ada, dana savety atau sampingan juga habis. Sementara listrik ditempat usaha tetap harus bayar, pegawai atau pekerja pun juga tetap digaji. Karena mereka menjaga tempat usaha. Belum lagi bahan dagangan yang busuk, seperti pedagang buah, sayur, bahan-bahan makanan di warung, cafe, dan restoran," beber pemilik kolam air panas Jacuzzi di kawasan wana wisata Padusan.

Di samping itu, ada beberapa hal yang juga disampaikan Wiwit mengenai dampak dari PPKM. Pertama, seandainya PPKM ini tidak ada kejelasannya, para pelaku Parekraf Mojokerto sangat membutuhkan suplai sembako untuk makan setiap hari.

Kemudian, dilanjutkan dengan kompensasi terhadap semua kerugian barang atau bahan dagangan yang rusak akibat tutup total sejak awal PPKM Darurat diberlakukan. "Sudah satu bulan, tidak ada bantuan sembako sama sekali yang diterima. Info memang ada, katanya ke desa. Tapi sampai saat ini tidak ada bantuan yang diterima sama sekali. Sekalinya panggilan pertemuan, dikira penyaluran sembako, ternyata sosialisasi SE (surat edaran) PPKM," ia mengungkapkan.

Selain itu, pihaknya berharap adanya ganti rugi pendapatan untuk pengusaha dan gaji untuk para pekerja. Sebab, tidak akan bisa memberhentikan para pekerja begitu saja. "Soalnyakan tetap menjaga barang, dan mereka juga butuh makan setiap hari. Darimana lagi bisa memenuhi kehidupan sehari-hari, minimal hanya untuk makan saja bersama keluarga masing-masing," ujarnya.

Baca Juga: Angka Sebaran Covid-19 Meningkat, Pemkab Mojokerto Buka Dua Hotline TRC

Dirinya menghimbau ke pemerintah pusat, provinsi, maupun daerah untuk memperhatikan nasib mereka yang juga salah satu sektor penyumbang banyak PAD dari retribusi pajak selama ini.

Dimana kondisi PPKM jika dianggap semakin tak menentu, maka berharap akan ada pemberlakuan atau pelaksanaan Undang-undang (UU) Karantina Kesehatan yang lebih jelas mengatur hajat hidup orang banyak selama suatu daerah mengalami pandemi atau penyakit.

"Saran kami, jika semakin tidak menentu maka harusnya UU Karantina Kesehatan diberlakukan ketimbang PPKM yang hasilnya juga tidak maksimal dalam penanganan ini," cetusnya.

Hal konkrit dari pemangku kepentingan daerah sangat diharapkan masyarakat selama ini, sebagai wujud kebersamaan dan tolong menolong dalam situasi sulit. Lanjut Sarko, harusnya seluruh ASN termasuk semua pejabat yang dibiayai negara harus mau menyisihkan gajinya untuk disumbangkan mensubsidi kebutuhan warga terdampak PPKM Jawa dan Bali ini.

"Kalau keinginan dan masukan kami gak dipenuhi juga, terakhir yah contoh konkrit pejabat kita harusnya berbagi. Seluruh ASN yang dibiayai negara harus rela untuk dipotong gajihnya membantu semua," harapnya.

Pihaknya tak menolak adanya PPKM ini, namun ucap Sarko, para pelaku Parekraf Mojokerto ke depan diizinkan untuk tetap membuka usaha kembali dengan pembatasan pengunjung dan prokes ketat.

"Kami gak menolak PPKM, tapi bentuk nyata pemerintah sangat diharapkan. Kami juga ingin buka kembali, tidak apa-apa walau harus dibatasi hanya 25 sampai 30 persen pengunjung saja. Terpenting usaha kami semua masih bisa berjalan dan berputar," tukasnya