Kamis, 28 February 2019 07:19 UTC
Pimpinan KPK ALexander Marwata. Foto: Baehaqi Almutoif.
JATIMNET.COM, Surabaya – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut biaya kampanye yang dikeluarkan calon kepala daerah dalam penyelenggaraan Pilkada rata-rata menghabiskan Rp 20 hingga Rp 30 milliar. Data tersebut dikutip KPK melalui survei yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri.
“Saya pastikan lima tahun menjadi kepala daerah (bupati, wali kota, gubernur) tidak akan balik modal. Ikhlaskan saja,” kata Alex saat menghadiri rapat koordinasi dan evaluasi serta penandatangan komitmen bersama pemberantasan korupsi terintegrasi di Pemprov Jatim bersama KPK di Gedung Negara Grahadi, Kamis 28 Februari 2019.
Pria kelahiran Klaten itu menilai waktu lima tahun dengan gaji kepala daerah tidak akan bisa menutup modal yang dikeluarkan untuk maju Pilkada. Kalau berpikir mencari pengganti, pasti jalurnya tidak benar, dengan mark up atau mengubah anggaran.
BACA JUGA: Kunjungi KPK dan BPK, Agenda Pertama Khofifah-Emil Pasca Dilantik
Penghasilan bupati atau wali kota berkisar Rp 70 juta per bulan dan sudah termasuk tunjangan. Jika dihitung selama lima tahun menjabat akan terkumpul Rp 4,2 milliar. “Kalau tidak minta fee. Makanya sudah ikhlaskan saja,” tutur Alex.
Lantas bagaimana memenuhinya, dari pantauan KPK selalu ada sumbangan dari pihak sponsor. Sementara keberadaan sponsor, menurut Alex, akan mendapat imbalan dalam bentuk proyek dan perizinan.
Alex mengusulkan beberapa poin untuk memangkas besarnya dana yang harus dikeluarkan setiap calon kepala daerah. Salah satunya peningkatan dana bantuan kepada partai politik. Pemerintah harus mengucurkan dana kepada partai sesuai kemampuan keuangan daerah.
BACA JUGA: Menteri PUPR Sesalkan Pegawainya Terkena OTT KPK
KPK juga bisa dengan mudah mengawasi. Partai politik lalu diminta transparan terhadap penggunaan dana bantuan kadernya. “Apakah pembinaan kadernya benar, penegakan kode etiknya juga benar,” ungkapnya.
Alex juga mengusulkan perubahan sistem pilkada langsung. Menurutnya, sistem ini menjadi salah satu aspek mahalnya dana yang harus dikeluarkan calon. Dia mencontohkan seleksi terbuka untuk memilih komisioner KPK.
“Nanti putra-putra terbaik daerah itu bisa daftar. Kalau ada kepastian tidak ada iuran atau semacamnya, kualitasnya bisa dijaga. Silakan masyarakat mengikuti. Kan transparan, semua bisa melihat ketika kami diuji,” bebernya.