Senin, 12 August 2019 13:26 UTC
Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Surabaya - Wacana kenaikan iuran premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) mendapat tanggapan dari lembaga pemantau, BPJS Watch Surabaya.
Ia menilai kenaikan iuran harus dimulai dari menaikkan biaya premi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari pemerintah daripada menaikkan dari kategori mandiri dan Penerima Pekerja Upah.
"Sebenarnya upaya kenaikan iuran harus dimulai dari pemerintah dulu, dalam artian peserta PBI yang 96,4 juta harus dinaikkan biayanya. Perpres terbaru harus disesuaikan," ungkap Ketua BPJS Watch, Arif Supriyono kepada Jatimnet, Senin 12 Agustus 2019.
BACA JUGA: Gandeng 39 Rumah Sakit, Dinkes Surabaya Terapkan SKM Online
Sebelumnya, melalui Perpres 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan, ketetapan tarif biaya premi yang dibayarkan pemerintah hanya sebesar Rp 23 ribu untuk peserta PBI, sementara untuk penetapan tarif biaya untuk peserta mandiri kelas tiga sebesar Rp 25.500.
"Sebenarnya kelas tiga kan 25.500. Ada sebanyak 96,4 juta PBI yang harus disesuaikan, minimal 25.500 atau sesuai dengan hitungan aktuaria atau sebesar Rp 36 ribu," tambahnya.
Selain itu strategi lain yang diterapkan agar premi BPJS tidak mengalami kenaikan adalah meningkatkan kepesertaan yang masih mencapai 87 persen.
BACA JUGA: Menkes: Masyarakat Pilih Beli Rokok Ketimbang Membayar Iuran BPJS Kesehatan
"Badan usaha lebih ditertibkan, karena peserta banyak yang belum terdaftar. Kalau bicara pendanaan yang dibutuhkan tentu harus memperhatikan sisi kepesertaan," tambahnya
Menurutnya banyak perusahaan terutama outsorching yang belum terdaftar, hal ini perlu disikapi dengan serius oleh pemerintah. "Mandiri juga banyak yang tertunggak," tambahnya.
Ia berharap, wacana kenaikan biaya premi yang berkaitan dengan defisit yang terdapat di lembaga BPJS Kesehatan tidak mengurangi pelayanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama dan lanjutan. "Masyarakat harus dilayani dulu jangan ada kesenjangan dan diskriminasi," tambahnya.