Jumat, 08 April 2022 01:00 UTC

SERABI. Warung "Serebeh Toyo" milik Sunadi dan Winarti di Dusun Toyo, Desa Brayublandong, Kec. Dawarblandong, Kab. Mojokerto, Rabu, 6 April 2022. Foto: Karina Norhadini
JATIMNET.COM, Mojokerto – Jajanan serabi atau serebeh sudah dikenal sebagai salah satu kue tradisional nusantara termasuk di Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto. Warga setempat hingga mereka yang berasal dari luar daerah pun pernah mencicipi makanan tersebut ketika melintasi perbatasan Mojokerto dan Gresik ini di sore hari.
Bahkan puluhan warga di Dusun Toyo, Desa Brayublandong, Kecamatan Dawarblandong menjual panganan kampung ini secara keliling setiap harinya. Namun, “Serebeh Toyo” milik pasangan Sunadi, 50 tahun, dan Winarti, 42 tahun, yang sudah turun temurun diwariskan keluarganya ini terbilang legendaris.
Pertama kali dijual sekitar tahun 1940-an oleh nenek sang istri di pasar tradisional yang dikenal dengan sebutan Pasar Wage kala itu. berlanjut ke sang ibu dari Winarti dan diteruskan mereka berdua sejak tahun 2021.
Ya, boleh dibilang generasi ketiga. Meski begitu, rasa dan aroma yang dihasilkan olahan dari keduanya tetaplah sama dengan olahan sang nenek.
BACA JUGA: Usir Pagebluk Corona, Warga Mojokerto Selamatan Jajanan Pasar
Setiap hari terlihat antrean pengunjung yang ingin menikmati kekhasan serabi jadul ini. Tak terkecuali di bulan Ramadan kali ini. Bahkan, pengunjung rela menunggu giliran untuk bisa menyantap “Serebeh Toyo” hingga tiba waktunya berbuka puasa.
Kedai kecil yang dominasi warna hijau ini terletak di perempatan Dawarblandong dan sudah bersiap melayani pengunjung sejak pukul 16.00 WIB setiap harinya. Meski antre, para pengunjung bisa mengusir rasa bosan ketika menunggu dengan melihat langsung proses pembuatan. Bahkan, saling bercengkrama dengan pembeli lain.
Tidak perlu merogoh kocek terlalu ‘dalam’, dengan uang Rp5.000, pengunjung sudah bisa merasakan perpaduan gurih dan legitnya serabi yang dibuat tanpa bahan pengawet ini.
Untuk serabi tanpa seduhan air gula, pengunjung akan mendapatkan lima serabi. Sedangkan tiga serabi dengan aroma wangi daun pisang dalam satu porsi pun bisa diperoleh untuk mereka yang menginginkan sensasi manis dan basah dari kuah santan berpadu gula merah.
Untuk pecinta ketan, ada menu campuran yang dijual dengan harga yang sama, Rp5.000. Pengunjung sudah bisa dapat dua serabi hangat dan ketan dalam satu porsi berbalut daun pisang.
SERABI. Olahan serabi di warung "Serebeh Toyo" milik Sunadi dan Winarti di Dusun Toyo, Desa Brayublandong, Kec. Dawarblandong, Kab. Mojokerto, Rabu, 6 April 2022. Foto: Karina Norhadini
“Rasanya khas, enak, gurihnya juga pas, tidak keras. Kalau yang kuah pun tidak terlalu manis,” ucap Indah, 50 tahun, Rabu, 6 April 2022. Ia rela antre hingga waktu buka puasa tiba demi menyajikan tiga porsi serabi original hangat untuk keluarganya.
Menurut Sunadi, kualitas rasa yang masih tetap terjaga hingga saat ini karena mereka masih menjaga resep tradisional dari keluarga. Tak ada bahan khusus yang dicampurkan, hanya komposisi perpaduan tepung beras dan santan bercampur air panas.
“Enggak ada, tapi mainnya di komposisi saja, sama main di panas api ketika memasak. Ini yang seringkali enggak diperhatikan pembuat serabi kebanyakan,” ujar pria yang juga bekerja sebagai perangkat desa ini.
BACA JUGA: Hotel di Mojokerto Sajikan Menu Buka Puasa Khas Nusantara selama Ramadan
Tak hanya serabi, ia dan istrinya juga menjual jajanan pasar lainnya, seperti getuk lindri, klepon, ketan sambal, dan sate cenil dengan harga cukup terjangkau Rp2.000 sampai Rp5.000 per porsi.
Bahkan, untuk mengikuti perkembangan dunia kuliner, ia menyajikan serabi dengan berbagai toping, mulai dari rasa coklat, keju, dan kacang-kacangan.
Ayah dari satu anak ini mengaku setiap harinya sebelum Ramadan menghabiskan adonan sampai 12 kilogram. Namun, ketika Ramadan tiba, mereka lebih memilih mengurangi adonan yang diolah hanya 9 kilogram saja untuk dijual di kedainya.
Meski begitu, omzet setiap harinya yang mereka peroleh berkisar Rp600 ribu dan terbilang lumayan tinggi untuk usaha di batas wilayah Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Gresik ini.
“Sengaja kalau puasa malah enggak kami bawa banyak, karena waktu berjualan juga lebih sedikit. Ada waktu untuk beribadah juga,” kata Sunadi sembari menuangkan adonan ke atas wajan yang terbuat dari tanah liat.
