Logo

Begini Derita Korban TPPO di Cina dengan Modus Pengantin Pesanan

Alami kesulitan bernafas dan dieksploitasi
Reporter:

Kamis, 27 June 2019 01:49 UTC

Begini Derita Korban TPPO di Cina dengan Modus Pengantin Pesanan

Ilustrasi

JATIMNET.COM, Jakarta - Serikat Buruh Migran membeberkan sejumlah penderitaan yang dialami warga negara Indonesia yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Cina dengan modus pengantin pesanan.

Mn, salah satu korban mengalami kesulitan bernafas akibat kekerasan yang dilakukan oleh calon pengantin prianya. Korban ini bahkan diekspolitasi sebagai pekerja.    

"Saudari Mn dipukuli, dia tidak bisa bernafas lancar, mengalami memar selama satu mingguan lebih," kata anggota Serikat Buruh Migran Indonesia Salsa di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Rabu 26 Juni 2019.

BACA JUGA: Diiming-imingi Hidup Enak, 65 WNI jadi Korban TPPO di Cina

Ia mengatakan ketika Mn ingin pulang kembali ke Indonesia, dia diminta untuk mengembalikan uang sebesar Rp 100 juta padahal perempuan ini tidak pernah menerima uang dari pengantin pria asal Cina itu.

"Setiap hari bangun jam 5 pagi untuk pekerjaan rumah dan buat kerajinan dari pagi sampai jam 9 malam. Kalau tidak menyelesaikan tugas mendapat pukulan dari mertuanya," ujarnya.

Pada awal tiba di Cina, Mn mendapat penyambutan yang baik, diperlakukan dengan baik, dibelikan baju dua helai, namun setelah itu pengantin pria langsung berubah total dan sering menggunakan kekerasan kepada Mn.

Bahkan untuk makan, Mn pernah hanya diberikan nasi dicampur air. Mn juga mendapat pelecehan seksual dari mertuanya. Pernikahan fiktif itu juga disertai dengan eksploitasi untuk bekerja menghasilkan uang kepada keluarga suami.

Diberitakan sebanyak 13 perempuan asal Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat dan 16 perempuan asal Jawa Barat menjadi korban TPPO dengan modus perkawinan (pengantin pesanan).

BACA JUGA: Dua Pekerja Migran Asal Sampang Tewas di Malaysia

Komisioner Komisi Nasional Perempuan Thaufiek Zulbahary mengatakan dibandingkan modus lain, modus perkawinan atau pengantin pesanan ini cenderung luput dari perhatian.

"Jika ada pengaduan masuk ke Komnas Perempuan, maka kami akan menganalisanya di mana hambatannya dan pihak mana yang perlu didesak agar kasus ini segera ditangani, dan penegakan hukumnya dilakukan, termasuk hak korban dipenuhi," ujarnya.

Dia mengatakan TPPO ini sudah dalam keadaan darurat karena korbannya semakin banyak, target semakin luas, modus semakin beragam. Untuk itu, dia mengatakan perlu kerja sama lintas sektor bahkan lintas negara untuk memberantas perdagangan orang dengan modus apapun serta membantu pemenuhan hak-hak korban. (ant)