Kamis, 25 July 2019 02:43 UTC

Pemkab Banyuwangi bekerja sama dengan Bank Jatim dan Kementerian PUPR tengah membangun 1.000 rumah untuk masyarakat kurang mampu. Foto: Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Banyuwangi – Kabupaten Banyuwangi mendapat kuota sudsidi pembelian 1.000 rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal ini merupakan hasil dari sinergi pemkab Banyuwangi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Bank Jatim.
Asisten Administrasi Umum Sekretaris Daerah Kabupaten Banyuwangi, Mujiono, mengatakan masyarakat umum dan aparatur sipil negara (ASN) yang memenuhi syarat diperbolehkan mendapatkan kesempatan itu.
Salah satu syarat yang harus terpenuhi adalah berpenghasilan rendah atau maksimal Rp 3 juta per bulan. Pemohon juga belum memiliki rumah atau belum pernah mengajukan krdit perumahan rakyat (KPR).
“Kalau sudah punya jelas tidak boleh. Contohnya ASN yang baru jadi PNS, biasanya belum punya rumah. Itu yang bisa mengajukan,” kata Muji, sapaan Mujiono, Rabu 24 Juli 2019.
BACA JUGA: Holding Perumahan Dorong Penguatan Pendanaan dan Pendapatan Proyek
Dia mengatakan ada lima kecamatan yang sudah diusulkan pemkab menjadi lokasi 1.000 rumah untuk MBR. Kelimanya adalah Banyuwangi pinggiran kota, Kabat, Rogojampi, Genteng dan Gambiran.
Pengembang perumahan yang terlibat dalam program ini, lanjut Muji, pastinya berusaha mencari lokasi dengan harga lahan yang memenuhi perhitungan keuntungan developer (pengembang).
Untuk memastikan yang mendapatkan betul-betul masyarakat MBR, pihaknya juga mengusulkan agar sasaran dari masyarakat kota berpenghasilan rendah seperti tukang becak, di kawasan pesisir dan pertanian.
Hingga semester pertama 2019, program pembangunan 1.000 rumah untuk MBR ini realisasinya masih 35 persen, terutama di beberapa desa di Kecamatan Kabat yang sedang berlangsung.
BACA JUGA: Backlog Perumahan Bisa Disiasati dengan Koperasi
“Lokasi yang dipilih akan menentukan harga. Kalau tengah kota sudah tidak mungkin, karena harga tanahnya sudah mencapai Rp 4 juta per meter persegi. Adapun tantangan pengembang adalah harga tanah, jika harga MBR dijual Rp 130 sampai 140 juta," kata Muji lagi.
Kawasan perumahan untuk MBR harus mengikuti aturan dimana 70 persen untuk hunian dan 30 persen untuk fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos).
Muji juga menjelaskan dalam program ini pihaknya akan mempermudah percepatan perizinan sesuai aturan, dan aksesabilitas area perumahan ke jalan raya.
Sementara itu, Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arvi Argyantoro mengatakan pihaknya mendorong BPD di berbagai daerah untuk ambil bagian dalam pembiayaan KPR untuk MBR.
BACA JUGA: Menteri BUMN: Inka Sudah Harus Ganti Nama
Ada dua pilihan KPR untuk MBR yakni Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dengan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) atau Selisih Suku Bunga (SBB) dengan SBUM.
Bila debitur menggunakan mekanisme FLPP dan SBUM, akan mendapatkan bunga lima persen dengan tenor 20 tahun dan bantuan uang muka Rp 4 juta. Jika mengacu skema SBB dan SBUM, mendapat bantuan pembayaran sebagian bunga dalam cicilan dan uang muka Rp 4 juta.
“Misal (untuk SBB) bunga di pasaran 12 persen, diberikan delapan persen, yang empat persennya dibayar pemerintah,” ujar Arvi.
Arvi adalah mantan Direktur Evaluasi Bantuan Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR yang baru menjadi Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air Kementerian PUPR. Posisinya di nomenklatur baru tersebut, Arvi masih menangani program-program yang sebelumnya dikerjakannya selama masa transisi.
