Minggu, 17 May 2020 03:00 UTC
Kajari Jember, Prima Idwan Mariza (tengah) didampingi Kasi Pidsus, Setyo Adhi Wicaksono (kiri) dan Kasi Intel, Agus Budiarto (kanan). Foto: Faizin Adi/dokumen
JATIMNET.COM, Jember - Penggunaan anggaran hasil pengalihan (rocofusing) dalam penanganan Covid-19, Bupati Jember, dr Faida mengklaim telah melibatkan Kejaksaan Negeri dan Kepolisian.
Hal itu dilakukan untuk melengkapi pendampingan lembaga pusat kepada Pemkab Jember, yakni Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Dari awal perencanaan mendapat pendampingan. Sehingga menjadi semakin lengkap di tingkat lokal,” ujar Faida dalam rilis resmi di laman Pemkab Jember pada 15 Mei 2020.
Besaran pengalihan (refocusing) anggaran untuk penanganan dampak Covid-19 di Jember senilai Rp 479,4 Miliar. Hal itu menjadi sorotan, karena Jember sebagai kabupaten/kota dengan anggaran Covid-19 terbesar kedua di Indonesia.
BACA JUGA: Faktor Ekonomi Suami di Jember Bunuh Istri, Lalu Bunuh Diri
Peringkat terbesar diduduki oleh Makasar dengan nilai refocusing anggaran mencapai Rp 749 Miliar. Anggaran jumbo dalam penanganan Covid-19 di daerah yang kepala daerahnya akan maju lagi dalam Pilkada ini, juga sebelumnya sempat menjadi sorotan di DPR RI.
Namun, mengenai pendampingan itu dibantah Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember. Sebab, dalam hal ini tupoksi hanya melakukan monitoring proses penanganan. “Kita (sebagai bagian dari) forkopimpda hanya memonitor saja,” kata Kepala Kejari (Kajari) Jember, Prima Idwan Mariza, Sabtu 16 Mei 2020, petang.
Menurut Prima, pemkab bisa meminta kejaksaan masuk dalam pendampingan penanganan Covid-19. Namun harus ada dasar hukumnya, antara lain mengacu pada struktur sebagaimana yang diterapkan di pemerintah pusat. “Tapi harus melalui mekanisme, boleh apa tidak. Kalau diatasnya ada jaksa agung, mau tidak mau ya ada di kita,” lanjut Prima.
Sejauh ini, kata Prima, belum ada permintaan resmi dari Pemkab Jember agar kejaksaan melakukan pendampingan atau turut terlibat dalam Satgas Covid-19 di Jember. “Kita juga akan keberatan kalau mereka (Pemkab Jember) main masuk-masukin kita. Harus ada cantolannya. Misalnya peraturan presiden, jaksa agung ada di situ, kita bisa,” papar Prima.
BACA JUGA: Tak Penuhi Syarat Realokasi Dana Covid, Kemenkeu Tunda Ratusan Miliar DAU Jember
Dalam hal ini, kejaksaan justru lebih menyoroti transparansi penggunaan anggaran di Pemkab Jember yang dinilai masih kurang. Apalagi, anggaran penanganan Covid-19 di Jember adalah yang terbesar kedua di Indonesia, untuk tingkat kabupaten/kota.
Transparansi itu meliputi sumber anggaran, yakni harus dijelaskan mana yang bersumber dari APBN, APBD serta sumbangan swasta. Selain itu, Pemkab Jember juga harus transparan perihal peruntukan anggaran serta dasar hukumnya.
“(Anggaran) Rp 479 Miliar ini sumbernya dari mana saja. Mana yang APBN, mana yang APBD, dan yang dari sponsor, harus dibuka. Tapi tidak ada yang berani jawab, termasuk bupati,” tutur Prima.