Logo

Akademisi Unmuh Surabaya Persoalkan Mekanisme Kerja Dewan Pengawas KPK

Reporter:,Editor:

Selasa, 24 December 2019 13:30 UTC

Akademisi Unmuh Surabaya Persoalkan Mekanisme Kerja Dewan Pengawas KPK

ANTI KORUPSI. Forum Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah menyampaikan petisi terkait independensi KPK di Unmuh Surabaya, Sabtu, 21 Desember 2019. Foto: Istimewa

JATIMNET.COM, Surabaya - Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (Pusad) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS) mempersoalkan belum jelasnya mekanisme kerja Dewan Pengawas KPK sehingga dikhawatirkan menghambat agenda pemberantasan korupsi.

"Bukan masalah pada nama-nama Dewan Pengawas, namun mekanisme kerja dan sistem dewan justru (dikhawatirkan) menghambat proses penegakan tindak pidana korupsi," kata Ketua Pusad UMS, Satria Unggul Wicaksono, pada Jatimnet.com, Selasa, 24 Desember 2019.

BACA JUGA: Koalisi Masyarakat Sipil Jatim Curigai Pelemahan KPK dari Dalam

Menurut Satria, walaupun nama-nama anggota Dewan Pengawas KPK memiliki rekam jejak yang baik, dia menilai hal tersebut bukan jaminan pemberantasan korupsi akan semakin membaik.

"Perlu ada sistem pengawasan yang komprehensif dan sesuai regulasi. Saat ini belum diatur, khususnya mengenai izin penyadapan," kata akademisi Fakultas Hukum UMS itu.

Satria juga menyinggung tentang rekomendasi Dewan Etik KPK periode 2015-2019 yang mempersoalkan Ketua KPK terpilih Firli Bahuri. Satria mendesak rekomendasi tersebut harus ditindaklanjuti.

BACA JUGA: Selangkah Lagi UM Surabaya Menjadi Kampus Digital

Firli yang jadi Ketua KPK periode 2019-2023 dinilai melanggar kode etik saat menjabat Deputi Bidang Penindakan KPK. Firli diduga melanggar kode etik karena melakukan pertemuan dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) yang saat itu jadi saksi dugaan suap PT Newmont.

"Belum ada tindak lanjut oleh Dewan Etik kepada Pak Firli. Ini yang harus akuntabel dibuka," kata Satria.